NIKEL.CO.ID, 7 JULI 2023 – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menyerukan untuk melawan intervensi cawe-cawe International Monetary Fund (IMF) yang meminta Indonesia menghapus larangan ekspor bijih nikel. Hal itu karena menghalangi Indonesia untuk menjadi negara maju.
“Intervensi IMF tersebut tidak hanya menghambat program hilirisasi, tetapi juga menghalangi Indonesia menjadi negara maju. Hanya satu kata, lawan cawe-cawe IMF yang hambat program hilirisasi, yang akan menghantarkan Indonesia menjadi negara maju,” seru Fahmy melalui pesan elektronik yang diterima nikel.co.id, Jumat (7/7/2023).
Menurutnya, IMF sering kali ikut campur terhadap kebijakan negara Indonesia terutama dibidang ekonomi perdagangan dan keuangan.
Sekedar informasi, IMF atau di artikan sebagai Dana Moneter Internasional merupakan sebuah organisasi internasional yang memiliki keanggotaan sebanyak 189 negara yang berkantor pusat di Washington D.C., Amerika Serikat.
IMF memiliki tujuan utama untuk mempererat kerjasama moneter global, mempromosikan stabilitas keuangan, mendorong perdagangan internasional, menciptakan lapangan kerja, serta mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia.
Indonesia sejak jaman Presiden Soekarno telah terikat oleh IMF namun diakhir masa kepemimpinan Soekarno, Indonesia menyatakan keluar dari IMF.
Di era Presiden Soeharto atau tepatnya Februari 1967, Indonesia kembali menjadi anggota IMF dan dijadikan penasihat perekonomian dan keuangan pemerintah.
Ketika Presiden Soeharto menandatangani Washington Consensus tahun 1986 yang intinya Indonesia tidak boleh memonopoli perdagangan komoditi yang dimilikinya dengan mengikuti standar ketentuan harga pasar international dan harus memiliki bursa saham dalam negeri.
Inilah cikal bakal krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Ditandai dengan seorang pialang melepas mata uang Bath Thailand di pasaran yang bernama Josh Soros sehingga membuat mata uang rupiah terhadap dollar terfluktuasi sangat dalam, sehingga rupiah sangat melemah hingga mencapai Rp20.000 per dollar Amerika Serikat saat itu.
Akibatnya, Indonesia menambah hutang luar negeri yang dikucurkan oleh IMF sebesar US$9,1 miliar pada 1997/1998 sehingga diperkirakan hutang negara meningkat sebesar Rp4.000 triliun lebih.
Resep ekonomi dan keuangan IMF terhadap Indonesia dinilai gagal dan membawa dampak kehancuran ekonomi dan keuangan Indonesia yang mengakibatkan kejatuhan kepemimpinan Soeharto setelah 32 tahun berkuasa.
Pasca Reformasi 1997/1998 tepatnya sejak dimulai pemilihan presiden langsung oleh rakyat tahun 2004, dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah presiden pertama yang terpilih. SBY perlahan mengubah arah kebijakan ekonomi dan keuangan pemerintah dengan tidak lagi menggunakan resep IMF.
Hasilnya, pemerintah berhasil melunasi hutang luar negeri terhadap IMF sekitar tahun 2006 silam lebih cepat dari tempo yang jatuh pada 2010.
Dari pengalaman pahit itu, Indonesia belajar dari pengalaman dan mulai mencatatkan utang swasta sambil meningkatkan keterbukaan dan transparansi dalam kebijakan ekonomi. Sambil memperbaiki struktur ekonomi dan diversifikasi di bidang ekspor impor.
Sekarang, tahun 2023 ini, IMF mulai cawe-cawe kembali terhadap kebijakan perdagangan Indonesia melalui larangan ekspor bijih nikel dan mineral mentah lainnya di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lucunya, hal ini dilakukan IMF setelah gugatan Uni Eropa di World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia/WTO) terhadap larangan ekspor bijih nikel Indonesia terjadi. Meskipun Indonesia kalah dalam gugatan itu, pemerintahan Jokowi tidak bergeming dan tidak menghentikan langkah hilirisasi dengan pelarangan ekspor bijih nikel maupun mineral lainnya yang terus berjalan.
Kemudian dari hal itu, IMF memberikan saran agar kebijakan tersebut dihentikan. Ini tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.
IMF memberikan catatan khusus terkait rencana penghiliran nikel di Indonesia. IMF menekankan perlunya analisis biaya dan manfaat yang lebih lanjut serta mempertimbangkan dampaknya terhadap wilayah lain.
Dokumen IMF yang dirilis pada 25 Juni 2023 lalu itu, menyarankan agar larangan ekspor mineral, terutama nikel, dievaluasi ulang dengan mempertimbangkan dampaknya yang masih minim terhadap pembukaan lapangan kerja dan potensi kehilangan pendapatan negara dari insentif fiskal yang diberikan untuk sektor tersebut.
IMF menilai, strategi diversifikasi Indonesia yang berfokus pada kegiatan hilir dari perusahaan komoditas mentah, seperti nikel.
Peningkatan investasi asing serta nilai ekspor nikel tak menjamin program ini banyak manfaatnya ketimbang mudaratnya. IMF juga mencatat dampak larangan ekspor mineral di dalam negeri, seperti korupsi sumber daya alam dan pemburu rente, serta pengaruhnya terhadap gejolak harga mineral di pasar global.
Dasar inilah yang membuat IMF meminta pemerintah Indonesia untuk mengubah kebijakan tersebut dan mempertimbangkan untuk menghentikan larangan ekspor nikel serta tidak memperluasnya ke komoditas lain.
Meskipun IMF memuji ambisi Indonesia dalam meningkatkan nilai tambahan ekspor, menarik investasi asing langsung, dan memfasilitasi transfer keterampilan dan teknologi.
Namun, IMF menyarankan agar kebijakan tersebut didasarkan pada analisis biaya-manfaat yang lebih lanjut dan dirancang untuk meminimalkan dampak negatif lintas batas. IMF meminta pertimbangan untuk secara bertahap menghapus pembatasan ekspor dan tidak memperluasnya ke komoditas lain.
Fahmy Radhi sebagai pengamat Ekonomi Energi UGM mengatakan, kali ini IMF mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang program hilirisasi melalui pelarangan ekspor bijh nikel.
Seperti diketahui, sejak Januari 2020, Presiden Jokowi memberlakukan kebijakan larangan ekspor biji nikel. Dia bahkan tak bergeming saat kebijakan itu diadukan ke World Trade Organization (WTO).
“Kendati kalah di Forum WTO, Jokowi justru semakin bernyali melanjutkan pelarangan ekspor seluruh hasil tambang dan mineral,” katanya.
Dia menegaskan, melalui dokumen berjudul “IMF Executive Board Concludes 2023, selain peninjuan ulang larangan ekspor bijih nikel, IMF juga merekomendasikan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel harus berlandaskan cost and benefit analysis (analisis biaya dan manfaat) dan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
“Program hilirisasi sesungguhnya sudah terbukti memberikan manfaat dalam menaikkan nilai tambah yang berlipat-ganda,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, dua tahun pasca pelarangan ekspor bijih nikel, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel hingga 19 kali lipat.
Semula pendapatan ekspor bijih nikel hanya Rp 17 triliun pada 2017 meningkat menjadi Rp 323 triliun pada 2022.
“Selain menaikkan nilai tambah, program hilirisasi akan menciptakan ekosistem industri dari hulu hingga hilir,” ungkapnya.
Tidak heran, kalau Fahmy menyerukan untuk melawan IMF karena permintaan IMF itu dapat menghalangi program hilirisasi Indonesia yang sudah berhasil menaikkan pemasukan keuangan negara 19 kali lipat.
“Kalau ekosistem industri telah terbentuk, pada saat itulah Indonesia akan menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, yang ditopang oleh kontribusi sektor industri, bukan sektor konsumsi,” pungkasnya. (Shiddiq)