Data: Aldi Penulis: Syarif
NIKEL.CO.ID, 15 Januari 2022-Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 8.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Januari 2022.
Dalam Keputusan Menteri ESDM tersebut, Harga Mineral Acuan (HMA) untuk nikel dipatok US$ 20.189,75/dry metric ton (dmt), naik sebesar 1,82% atau US$360,4 dari Desember 2021.
Menipisnya persediaan di gudang London Metal Exchange (LME) maupun di Shanghai-China akhir tahun 2021 menjadikan pergerakan harga cukup signifikan sehingga berdampak pada naiknya Harga Patokan Mineral (HPM Nikel) di Januari 2022
Dari HMA sebesar US$ 20.189,75 diperoleh HPM Nikel untuk kadar 1,8% dengan MC (Moisture Content) 30% melalui metode transaksi FOB (Free On Board) sebesar US$ 48,33/wmt (wet metric ton). Angka ini merupakan harga tertinggi sepanjang 5 tahun terakhir tata niaga nikel di Tanah Air.
Untuk diketahui, perhitungan HPM Nikel diperoleh dari formula yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 2946 K/30/MEM/2017 tentang Formula untuk Penetapan Harga Patokan Mineral Logam. Variabel dalam formula perhitungan HPM Nikel di antaranya adalah HMA, Corrective Factor (CF), dan MC atau kandungan air.
CF ditentukan sebagai konstanta di mana setiap kenaikan kadar 0,1% maka konstanta akan naik sebesar 1%, sehingga untuk kadar nikel 1,8% ditetapkan konstanta untuk CF-nya sebesar 19%. Sedangkan untuk kadar 1,9% konstantanya menjadi 20%. Untuk nilai tingkat kelembaban (MC) biasanya pada angka antara 30-35%.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 11/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 7/2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara, ketentuan HPM Nikel adalah harga untuk transaksi sistem FOB, yakni harga di pelabuhan muat. Bukan berdasarkan sistem transaksi jual-beli melalui CIF (Cost in Insurance and Freight) di pelabuhan bongkar.
Penetapan HPM Nikel dengan tarif FOB ini dimaksudkan untuk memperoleh keadilan bagi para penambang. Karena, jarak antara pelabuhan muat dengan pelabuhan bongkar tidak sama, sehingga dengan penetapan harga di pelabuhan muat merupakan keputusan yang tepat.
Berikut pergerakan HPM Nikel sepanjang tahun 2021 berdasarkan data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI)
Tren HMA, HPM NIKEL, LME Sepanjang 2021
Jika HPM Nikel di Januari 2022 mengalami tren positif bagi pelaku industri nikel, bagaimana kondisi setahun sebelumnya. Gambaran kondisi HPM Nikel di 2021 setidaknya bisa diraba dari peristiwa atau kejadian fenomenal di 2020.
Menurut Nikel.co.id, pada 2020 ada peristiwa besar di Indonesia, persisnya ketika Pemerintah Indonesia menutup keran ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020. Secara tidak langsung kebijakan Pemerintah Indonesia ikut mempengaruhi persediaan para produsen di dunia yang menggunakan produk berbahan baku nikel, salah satunya stainless steel.
Gugatan Uni Eropa ke WTO terhadap Pemerintah Indonesia adalah salah satu fakta penolakan penghentian ekspor bijih nikel dari Indonesia. Pasalnya, produksi stainless steel negara-negara di Eropa menjadi terganggu karena terhentinya supply bijih nikel dari Indonesia. Dunia mengakui, saat ini cadangan dan produksi nikel Indonesia terbesar di dunia. Nikel Indonesia pun menjadi “incaran” dunia internasional.
Dampaknya bagi Indonesia, setahun setelah keran impor bijih nikel distop oleh Pemerintah Indonesia, ternyata memberi dampak positif terhadap nilai jual komoditas nikel di dalam negeri. HMA perlahan-lahan merangkak naik, diikuti eskalasi HPM Nikel.
Berdasarkan data dari APNI pada Januari 2021 HMA sebesar US$ 16.541,57/dmt, sedangkan HPM Nikel untuk kadar 1,8% dengan MC 30% sebesar US$ 39,60/ wmt. Di Februari HMA tercatat US$ 17.434,05/dmt, sedangkan HPM Nikel dengan kadar dan MC yang sama sebesar US$ 41,74/wmt.
Kemudian di Maret, HMA US$ 18.210,39/dmt dengan HPM Nikel US$ 43,60/wmt. Di April HMA mengalami sedikit penurunan, yaitu di angka US$ 17.251, 60/dmt, diikuti penurunan HPM Nikel di angka US$ 41,30/wmt. Penurunan kembali terjadi di Mei, HMA tercatat sebesar US$ 16.301,95/dmt, sementara HPM Nikel US$ 39,03/wmt.
Di Juni, HMA kembali naik di angka US$ 17.650,95/dmt, diikuti kenaikan HPM Nikel di angka US$ 41,47/wmt. Di Juli, HMA stabil di angka US$ 17.650,95/dmt, sedangkan HPM Nikel di angka US$ 42,26/wmt. Barulah di Agustus HMA mengalami kenaikan, yaitu di angka US$ 18.365,86/dmt, yang ikut mendongkrak HPM Nikel di angka US$ 43,95/wmt.
Selanjutnya di Agustus, HMA naik menjadi US$ 18.356,86/dmt dibarengi kenaikan HPM Nikel sebesar US$ 43,95/wmt. September HMA juga naik menjadi US$ 19.239,26/dmt, diikuti kenaikan HPM Nikel sebesar US$ 46,06/wmt. Sementara di Oktober HMA hanya naik sedikit, yaitu US$ 19.499,70/dmt dan HPM Nikel sebesar US$ 46,68/wmt.
Di November, HMA agak merosot di angka US$ 18.951,82/dmt, dan HPM Nikel di angka US$ 45,37/wmt. HMA kembali naik di Desember 2021, yaitu US$ 19.829,35/dmt, dan HPM Nikel terdongkrak naik di angka US$ 47,47/wmt.
Lantas bagaimana fluktuasi harga nikel di dunia sepanjang 2021. Berdasarkan catatan LME, pada Januari 2021 harga nikel sebesar US$ 17.847,60/ton. Harga nikel terjadi kenaikan di Februari, yaitu di angka US$ 18.568,05/ton. Di Maret turun dua digit menjadi US$ 16.460,74/ton, dan di April hanya naik sedikit menjadi US$ 16.480,70/ton. Barulah di Mei naik satu digit menjadi US$ 17.605,74/ton, dan naik lagi di Juni menjadi US$ 17.943,23/ton.
Di Juli, harga nikel kembali terdongkrak naik menjadi US$ 18.817,05/ton. Sesudahnya, berturut-turut harga nikel dunia mengalami kenaikan di Agustus US$ 19.160,43/ton, September US$ 19.389,32/ton, Oktober US$ 19.420,24/ton, November US$ 19.964,32/ton, dan Desember sebesar US$ 20.053,25/ton.
Muncul analisa dari pengamat komoditas mineral dari kalangan internasional, kenaikan harga nikel di dunia seiring banyaknya kebutuhan untuk bahan baku baterai listrik dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang semakin booming, selain tentunya untuk stainless steel.
Produksi dan Penjualan Olahan Nikel dari Smelter
Jika harga nikel di HMA, HPM Nikel, dan LME terjadi eskalasi sejak Januari hingga akhir tahun 2021, bagaimana dengan produksi dan penjualan produk olahan nikel dari pelaku hilir, dalam hal ini smelter.
Sejauh ini, pihak smelter memang lebih melirik nikel kadar tinggi (saprolite) untuk dijadikan produk olahan. Hal ini bisa terlihat dari lebih banyaknya pabrik pengolahan dan pemurnian nikel yang menggunakan teknologi pirometalurgy. Berdasarkan data dari APNI, di 2020 terdapat 71 pabrik pirometalurgi dengan kriteria 27 sudah beroperasi, 27 tahap kontruksi, dan 17 pabrik lagi dalam tahap perencanaan.
Pabrik pirometalurgy didominasi oleh produk nikel berupa feronikel (FeNi) dan nikel pig iron (NPI), yang merupakan intermediate product. Sementara pabrik hidrometalurgy yang mengolah nikel kadar rendah (limonite) sebanyak 10 pabrik, dengan kriteria 2 pabrik sudah beroperasi, 5 pabrik dalam tahap kontruksi , dan 3 pabrik tahap perencanaan. Pabrik hidrometalurgy umumnya menggunakan teknologi HPAL yang menghasilkan produk MHP (Mixed Hydroxide Precipitate).
Berdasarkan data dari APNI, yang dihimpun sejak tahun 2017 (sejak berdirinya APNI-red), produksi olahan nikel dari smelter untuk NPI sebanyak 542.131,09 ton dan FeNi sebanyak 314.630,26 ton. Di 2018 produksi NPI mengalami penurunan, yaitu sebesar 323.988,79 ton, namun FeNi meningkat menjadi 573.158,87 ton.
Pada 2019, produksi NPI meningkat menjadi 781.016,78 ton dan produksi FeNi meroket menjadi 1.151.740,71 ton. Di 2020 produksi NPI juga naik sebanyak 860.484,35 ton diikuti kenaikan FeNi sebanyak 1.479.970,98 ton. Namun, di 2021 produksi NPI merosot menjadi 664.746,76 ton, sementara produksi FeNi hanya turun sedikit di angka 1.456.457,10 ton.
Kemudian, penjualan olahan smelter untuk produk NPI di 2017 sebanyak 542.130,85 ton dan FeNi 314.630,54 ton. Di 2018 penjualan NPI turun menjadi 323.988,79 ton, namun penjualan FeNi mengalami kenaikan menjadi 573.158,87 ton. Barulah di 2019 penjualan NPI mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 602.961,23 ton, diikuti kenaikan penjualan FeNi sebanyak 1.080.359,28 ton.
Pada 2020, siklus penjualan smelter untuk produk NPI cukup terganggu, entah akibat pengaruh larangan ekspor bijih nikel atau faktor lainnya. Pasalnya, di tahun itu smelter hanya mampu menjual NPI sebanyak 179.697,18 ton, meskipun penjualan FeNi sedikit mengalami kenaikan, yaitu sebanyak 1.191.775,49 ton. Di 2021, NPI malah terjun bebas, smelter hanya mampu menjual 73.562,20 ton, sedangkan FeNi hanya tergelincir sedikit di angka 1.025.964,61 ton.
Untuk tahun 2022, jika dari sisi harga penjualan, baik jika dilihat berdasarkan patokan HMA, HPM Nikel, dan LME, trennya mengalami kenaikan sejak 5 tahun terakhir. Untuk produksi dan penjualan olahan nikel dari smelter, Nikel.co.id akan mengulas pada sajian berikutnya.