NIKEL.CO.ID, 16 Desember 2022- Executive Director & Chief Operating Officer PT Angkasa-X, Dr. William Lim, mengakui Indonesia memiliki banyak sumber daya pertambangan. Sebagai perusahaan inklusi teknologi-sosial berbasis di Malaysia, melalui konektivitas satelit Satelit A-SEANSAT Constellation of Low Earth Orbit (LEO) mampu menghubungkan setiap sudut area pertambangan.
William Lim menuturkan, Angkasa-X memiliki produk-produk unggulan perusahaan, satu di antaranya Konstelasi Satelit, yaitu sebuah Satelit A-SEANSAT Constellation of Low Earth Orbit (LEO) untuk Earth Observation((EO)/Automatic Identification System (AIS) dan Internet of Things (IOT). Kemudian, ada Satelit A-SEANLINK Constellation of Low Earth Orbit (LEO) High Throughput (HTS).
Ia mengatakan, satelit yang dimiliki Angkasa-X dapat membantu serta memperlancar aktivitas usaha pertambangan di Indonesia. Satelit Angkasa-X dioperasikan untuk keperluan pengamatan bumi (EO), sehingga satelit dapat fokus pada lokasi target dan ukuran area target.
“Identifikasi tujuan utama observasi seperti untuk mendeteksi, identifikasi objek, deteksi perubahan, dan untuk pendeteksian keperluan lainnya,” kata William.
William menguraikan, untuk Sistem Identifikasi Otomatis, satelit dapat menargetkan jenis dan ukuran objek, misalnya mobil, trailer, tangki penyimpanan, kontainer, dan kendaraan atau alat berat lainnya yang digunakan di kawasan pertambangan. Satelit juga dapat membantu mengidentifikasi karakteristik penting, seperti bentuk, warna, refleksi spektral, tinggi, hingga bayangan obyek.
Melalui layanan satelit ini, disampaikan William, pengguna dapat menentukan frekuensi pengamatan, mulai dari jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan waktu pengamatan yang diinginkan.
“Untuk tujuan misi satelit penginderaan jauh akan membutuhkan definisi dan iterasi lebih lanjut dengan pengguna potensial sebelum menurunkan persyaratan misi akhir,” imbuhnya.
Ditegaskan, dengan komunikasi yang andal antara kantor lokasi penambangan nikel dan kantor pusat, satelit juga dapat menganalitik data secara real time.
“Ini juga akan membantu kewajiban pelaporan perusahaan ke kantor atau lembaga pemerintah. Layanan satelit akan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan komunikasi, layanan observasi lingkungan ke lokasi penambangan nikel terpencil,” paparnya.
Aspek keamanan, ia melanjutkan, juga akan tercakup dengan menggunakan layanan satelit. Pengawasan pertambangan dan eksplorasi nikel yang luas dapat mendeteksi penyusup, penambang ilegal dan penyusup lainnya, pemberitahuan alarm, dan sebagai pendeteksi keamanan lainnya.
Dalam skala lebih luas, William berharap konektivitas satelit Angkasa-X akan membantu memberdayakan masyarakat di pedesaan dengan menyediakan solusi digital yang terjangkau dan dapat diakses di seluruh layanan keuangan, kesehatan, dan pendidikan, dan lainnya.
“Tidak lagi bagus untuk dimiliki, tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan,” tukasnya.
William mengklaim, dibandingkan dengan satelit Geostasioner biasa, satelit Low Earth Orbit (LEO) lebih dekat ke bumi, jaraknya antara 500 KM- 2.000 KM dan mengelilingi planet jauh lebih cepat dengan periode antara 84 dan 127 menit, serta mengirimkan sinyal jauh lebih cepat dibandingkan Satelit GEO.
Menurutnya, kecepatan cepat dan kedekatan dengan bumi ini menjadikan Satelit LEO ideal untuk komunikasi kritis yang tidak dapat mengalami kelambatan transmisi data yang tinggi (“latensi”) saat sinyal bergerak dari satelit.
“Satelit LEO akan membawa internet ke tempat-tempat yang tidak dapat atau tidak dijangkau oleh jaringan tetap dan jaringan seluler, dan ini akan menjadi alat utama untuk menutup kesenjangan digital dengan menghubungkan populasi kepadatan rendah yang kurang terlayani dan lokasi terpencil di seluruh planet kita. Konsumen, baik di pos-pos terpencil, rig penambangan lepas pantai, menara seluler pedesaan, dan perusahaan maritim dan transportasi semuanya akan diuntungkan,” William menyebutkan keunggulan penggunaan layanan Satelit LEO. (Varrel/Syarif)