Beranda Berita Nasional BI, OJK dan Pengusaha Ekstraktif Diminta Tentukan Standar Pembiayaan ESG

BI, OJK dan Pengusaha Ekstraktif Diminta Tentukan Standar Pembiayaan ESG

243
0

NIKEL.CO.ID, 8 MARET 2023 – Mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) 2016 – 2019 dan Presiden Komisaris PT Marsh Indonesia, Dr. (HC) Ignasius Jonan, SE, MA menyarankan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) HSE Indonesia dan regulator atau pengusaha ekstraktif untuk duduk bersama menentukan standar parameter yang sama untuk pembiayaan environmental, social, governance (ESG). 

Hal itu disampaikan Ignasius Jonan dalam acara “Mining and Financial Forum – Strengthening the Collaboration between Financial Sector and Mining Industry” yang menurutnya belum ada standar parameter yang sama dan tidak jelas di sektor pembiayaan keuangan industri ekstraktif untuk ESG (Environmental, Social, Governance). 

“Saya mengajukan kalau ada kesamaan teman-teman dari Bank Indonesia atau sektor keuangan, itu mustinya duduk bersama dengan OJK, dengan Indonesia HSE dan juga dengan regulator di sektor ekstraktif,” kata Ignasius Jonan saat memaparkan materi dalam acara Mining and Financial Forum yang diselenggarakan Majalah Tambang bekerja sama dengan Marsh, di Darmawangsa Hotel, diikuti nikel.co.id, Rabu (8/3/2023).

Menurut Jonan, diharapkan para stackholder industri ekstraktif untuk duduk bersama menentukan parameter yang dinilai tidak jelas selama ini mengenai environmental complain atau bukan karena masing-masing memiliki parameter sendiri. 

“Sebaiknya duduk bersama, ini yang complain yang mana, tentunya akhirnya menggunakan standarnya itu standar internasional,” ujarnya. 

“Karena ini juga akan berdampak kepada industri kalau tidak sekarang itu pelan-pelan dikemudian hari,” sambungnya. 

Dia mencontohkan dua hal. Pertama, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, saat ini sudah tidak ada yang mau membiayai untuk pembangunannya. Bahkan di industri hilirisasi perlahan akan tidak ada pembiayaan untuk pembangunan PLTU. 

Kemudian yang kedua, bila industri ekstraktif tidak ada environmental complain itu pembiayaan diperkirakan akan terbagi dua. Pertama pembiayaannya akan lebih mahal dan kedua dari lembaga keuangan akan sedikit yang memberikan biaya pembangunannya. 

Jonan menegaskan bahwa satu hal yang penting saat ini, semua intansi akuntasi seperti Ikatan Akuntan Indonesia dan dunia sedang mengalami perubahan untuk menetapkan standar laporan keuangan untuk sektor ESG. 

“Dampak dari standar keuangan ini mereka akan menghitung kembali dampak kerusakan lingkungan,” tegasnya. 

Dia menilai bahwa environmental memiliki dampak yang sama dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur industri ekstraktif. 

Misalnya, sebuah industri ekstraktif sekarang ini bisa dihitung. Mulai dari berapa salesnya, berapa biaya produksinya, berapa keuntungannya. Bahkan nanti kedepan akan dimasukkan untuk valuasi secara independen berapa kerusakan lingkungan yang endester. 

“Kalau itu terjadi saya kira akan mempengaruhi bisnis Anda, dan akan mempengaruhi juga nilai saham apabila ini terdapat di bursa efek secara terpisah dan sebagainya,” tuturnya. 

Jonan juga menambahkan, skema parameter standar untuk pembiayaan infrastruktur industri ekstraktif untuk sektor environmental mau diterapkan atau tidak di Indonesia itu terserah pemerintah. 

“Terserah pemerintah mau melakukan atau tidak secara cepat atau tidak karena Amerika Serikat dan standar akutansi yang diterapkan di seluruh dunia sekarang sedang menuju kesini,” imbuhnya. 

Menurutnya, dalam menjalankan sektor ekstraktif kedepan perlu kerja sama dan pemahamannya bersama antara sektor pertambangan atau sektor ekstraktif dengan sektor keuangan. 

“Direction ini salah satu yang sangat tipikal adalah untuk industri ekstraktif, saya tidak mengatakan industri tambang,” cetusnya. 

Dia berpandangan bahwa environmental complain tidak akan bisa berjalan bila governance dan social suistanibility tidak dijalankan secara maksimal. 

Menurutnya, bila mau menerapkan ESG maka we won’t to go for and environmental complain organization. I don’t think at will make kindness effectively without implementing the good governance and implementing the social Suistanibility thingking. 

(Kita tidak akan bisa melaksanakan environmental complain. Saya pikir tidak akan membuat kebaikan secara efektif tanpa menerapkan tata kelola yang baik dan menerapkan pemikiran keberlanjutan sosial) 

Jonan menyarankan untuk kedepan agar semua industri ekstraktif itu mengusahakan complain dari tiga hal ini (Environmental, Social, Governance). 

Jadi bukan hanya masalah environmental saja karena masalah environment ini masalah lingkungan hidup yang menjadi konsen besar. 

“Tapi umumnya orang bila bahaya belum datang sampai di depan pintu, mereka biasanya melihat bahaya atau gangguan itu menjadi hal yang tidak penting atau tidak menjadi prioritasnya,” pungkasnya. (Shiddiq)

Artikulli paraprakEdiar Usman Jelaskan Penyebab Smelter Mineral Logam Meleset Beroperasi di 2023
Artikulli tjetërUNPKFC IWD Award 2023 Daulat Meidy Katrin Lengkey International Women’s Leadership