Beranda Pemerintahan Bahlil: Kebijakan Investasi Hilirisasi Harga Mati

Bahlil: Kebijakan Investasi Hilirisasi Harga Mati

313
0

NIKEL.CO.ID, 26 JANUARI 2023 – Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menegaskan, kebijakan investasi hilirisasi pemerintah ke depan merupakan harga mati. Penegasan itu disampaikan Menteri Bahlil saat konferensi pers Realisasi Investasi Triwulan lV 2023 di Kementerian Investasi/BKPM, Selasa lalu.

“Pertama, bahwa fokus negara sekarang dalam arah kebijakan investasi itu ke hilirisasi. Jadi bicara hilirisasi itu harga mati,” tegas Menteri Bahlil Lahadalia. 

Menurutnya, pemerintah memulai kebijakan hilirisasi dari sektor pertambangan yang memiliki nilai daya jual tinggi untuk produk turunannya dan ke depan berencana akan melakukan kebijakan hilirisasi di luar sektor pertambangan. Hilirisasi adalah konsep yang harus terus dilanjutkan jika negara Indonesia mau menjadi negara maju.

“Kita memulai hilirisasi ini dari sektor pertambangan nikel, copper (tembaga). Sekarang kita sudah masuk ke batu bara untuk DMA. Ke depan, kita akan membikin hilirisasinya tidak hanya di sektor pertambangan tapi di perikanan, perkebunan, pangan, oli dan gas. Ini adalah konseptor hilirisasi kalau negara kita mau maju,” paparnya.

Bahlil menjelaskan, kebijakan program hilirisasi tidak dapat dilakukan secara keseluruhan sekaligus karena keterbatasan anggaran negara, sehingga pemerintah melakukan skala prioritas atau secara bertahap dalam pembangunan proyek hilirisasi tersebut. Dari prioritas utama hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintah sejak awal Januari 2020 hingga sekarang telah menghasilkan lonjakan tinggi terhadap pendapatan negara.

“Jadi tidak bisa simultan sekaligus, karena memang Foreign Debt Indonesia (FDI/Utang Luar Negeri Indonesia) kita terbatas, maka kita fokus kan aja ke hilirisasi disektor pertambangan. Berkali-kali dalam pemaparan saya selalu memberikan contoh. Dulu ekspor kita ke Tiongkok pada 2016 – 2017 defisit kita US$18 miliar. Tahun 2021 defisit neraca perdagangan kita dengan Tiongkok tinggal US$2 miliar. Tahun 2022 sekarang kita sudah surplus US$1 miliar. Dari mana itu? Dari hilirisasi sektor nikel, hasil ekspor kita di 2017 – 2018 nikel itu hanya US$3,3 miliar,” jelasnya.

Ia menyampaikan, semenjak program hilirisasi nikel digencarkan pemerintah dengan tindakan nyata menyetop ekspor bijih nikel ke luar negeri, kini hilirisasi nikel telah menghasilkan lompatan ekonomi yang sangat besar yaitu lonjakan pendapatan negara yang signifikan.  

“Akibat hilirisasi 2021 mencapai US$20,9 miliar, di 2022 ekspor kita itu sudah mencapai US$29 miliar. Kita sekarang salah satu negara pengekspor untuk stainless steel terbesar di dunia,” lanjutnya.

Selain itu, Bahlil menuturkan bahwa alasan pemerintah untuk memilih hilirisasi dari sektor pertambangan nikel lebih dahulu karena memiliki nilai daya tambah yang tinggi untuk produk komoditi turunannya. Ke depan, PT Freeport tidak lagi mengirim bijih copper atau tembaga ke luar negeri, karena Indonesia akan memiliki pabrik pemurnian atau smelter di Jawa Timur tahun 2024.

“Jadi inilah negara kamu (Indonesia), kenapa kita dorong sektor pertambangan! Sebentar lagi Freeport nggak lagi mengirim copper ke sana, sudah bangun semua smelternya di Gresik (Jawa Timur) 2024,” tuturnya.

Kemudian, dia memaparkan bahwa PT Newmont di Nusa Tenggara Barat (NTB) pun sudah melaksanakan program hilirisasi pertambangan. Namun demikian, ada tantangan dalam pelaksanaan program hilirisasi industri nikel dan lainnya yang menentang program ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Tantangan itu tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk terus komitmen dalam pelaksanaan kebijakan hilirisasi industri nikel dan barang tambang lainnya. Karena kebijakan hilirisasi industri nikel dan barang tambang lainnya merupakan strategi utama pemerintah untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju dan mampu membuka lapangan pekerjaan yang besar dan berkualitas.

“Newmont di NTB juga sudah melakukan hilirisasi di sana. Sekalipun hilirisasi ini banyak yang menentang tidak hanya didalam negeri, di luar negeri juga begitu, tapi kita konsisten karena hilirisasi adalah instrumen untuk menuju Indonesia menjadi negara maju, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas dengan upah yang maksimal,” paparnya.

Bahlil mengakui lapangan pekerjaan di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memang cukup bagus, namun untuk pendapatan gaji karyawannya masih terbilang kecil. Jika perusahaan pertambangan yang membuka lapangan pekerjaan yang menggunakan teknologi, maka gaji para karyawannya itu lebih tinggi. Sehingga pemerintah berusaha untuk meningkatkan kualitas para pekerja dengan pendidikan yang lebih baik.

“Jadi jangan hanya mengharapkan minta gaji tinggi, tapi kualitas kita tidak kita tingkatkan, etos kerja kita tingkatkan. Bedanya kita sama luar itu kerja 24 jam, kalau kita mau makan siang waktu sholat cuma 30 menit, sholat ya sholat, habis itu makan, ngopi, habis itu cerita. Kalau pekerja lain nggak, setiap 5 menit itu dihitung untuk produksi. Kadang-kadang kita tidak menyadari itu,” ungkapnya.

Mantan Ketum HIPMI ini mengutarakan, pemerintah menjatuhkan kebijakan hilirisasi di sektor pertambangan karena banyak kebutuhan industri yang membutuhkan berbagai bahan komoditi tambang untuk menciptakan produk industri yang selama ini diimpor, padahal bahan bakunya dari Indonesia. Sehingga dengan hilirisasi di sektor pertambangan nikel dan lainnya, akan membuat industri dalam negeri meningkat pesat.

“Kenapa di sektor pertambangan? Jadi, hilirisasi dan pertambangan itu, sektor mesin logam dengan sektor pertambangan itu pasti berjalan berbarengan, karena satu industri, satu bahan bakunya,” pungkas Bahlil. (SHiddiq).

Artikulli paraprakMeidy Katrin Lengkey: Sudah Waktunya Stop Pembangunan Pabrik Pirometalurgi
Artikulli tjetërSuplai dari Filipina Anjlok, Transaksi Nikel Basis CIF dan FOB Naik