NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Polemik pembangunan bandar udara (bandara) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah, terus bergulir. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengaku dirinya turut bertanggung jawab untuk mendongkrak investasi ke dalam negeri.
“Sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saya bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan investasi nasional selama kurang lebih sebelas tahun,” kata Luhut, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Purnawirawan tentara asal Sumatra Utara itu mengatakan, saat itu Indonesia perlu perubahan besar untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari sumber daya yang dimiliki, termasuk soal hilirisasi yang sudah ia pikirkan sejak menjabat di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.

“Salah satu tonggak awalnya adalah pembangunan kawasan industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, mendatangkan investor asing tidaklah mudah. Tetapi, setelah negara mempersiapkan keseluruhnya dari segi investasi, pasar dan teknologi hanya Tiongkok yang siap dan mampu memenuhi kebutuhan Indonesia.
“Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi,” ungkapnya.
Hilirisasi nikel saat itu dimulai dengan pemberhentian ekspor nickel ore yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar US$1,2 miliar per tahun.
“Namun, setelah melalui pembahasan mendalam, saya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden (Joko Widodo). Saya sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas,” paparnya.

Dia menjelaskan, dalam waktu sebulan, Jokowi akhirnya menyetujui dan China siap bekerja sama. Saat itu lah hilirisasi di Morowali mulai berjalan mulai dari nickel ore sampai produk bernilai tambah, seperti stainless steel, prekursor, dan katode yang hari ini digunakan di berbagai industri global.
Ekspor nikel pun mencapai US$34 miliar pada tahun lalu dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$36-38 miliar pada tahun ini. Hal ini menjadi salah satu faktor kestabilan ekonomi Indonesia ditengah ketidakpastian global.
“Tentu dalam perjalanannya terdapat banyak tantangan. Tetapi setiap keputusan kami buat melalui proses yang terpadu, transparan, dengan perhitungan untung-rugi yang jelas, dan yang menjadi titik pijak utama saya adalah kepentingan nasional. Dalam sebuah kerja sama, mustahil semua pihak menang. Selalu ada proses give and take,” pungkasnya. (Uyun)






















