NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Indonesia kembali mencuri perhatian dunia dalam ajang London Metal Exchange (LME) Conference 2025 dan International Ecostatic Globe yang digelar di Lisbon, Portugal. Dalam forum bergengsi tersebut, para pembicara dan delegasi dari berbagai negara menyoroti peran sentral Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri mineral kritis global, khususnya nikel.
Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, seluruh peserta dalam forum tersebut memberikan perhatian besar terhadap perkembangan sektor mineral kritis di Tanah Air.
“Seluruh pembicara, seluruh negara, semua berbicara tentang Indonesia. Indonesia menjadi pusat perbincangan di LME Conference tahun ini,” kata Meidy dalam acara 2026 Indonesia Coal&Metal Outlook Conference, di Jakarta, Kamis (6/11/2-25).

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan LME Week, Indonesia juga sukses menyelenggarakan Indonesia Critical Minerals Forum, sebuah inisiatif yang diklaim sangat berhasil menarik minat dan partisipasi peserta internasional. Menurutnya, jumlah peserta dan antusiasme yang tinggi menunjukkan besarnya perhatian dunia terhadap kebijakan hilirisasi dan pengelolaan sumber daya mineral di Indonesia.
“Acara ini bahkan dihadiri langsung oleh CEO LME, Professor Matthew, yang awalnya dijadwalkan berbicara selama 15 menit, namun akhirnya berdiskusi lebih dari dua jam. Hal itu menunjukkan besarnya ketertarikan terhadap perkembangan industri mineral kritis di Indonesia,” jelasnya.

Ia menyebutkan, dalam forum tersebut juga disampaikan laporan dari International Nickel Study Group (INSG) yang menyoroti kinerja luar biasa Indonesia di sektor nikel. Berdasarkan data terbaru, Indonesia kini menyumbang 67% dari total produksi nikel global pada 2025 dan diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari 70 persen pada 2026.
Pencapaian itu mempertegas posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia sekaligus menandai keberhasilan strategi hilirisasi pemerintah dalam memperkuat rantai pasok industri mineral nasional. Namun, dia juga mengingatkan bahwa dominasi ini membawa tantangan tersendiri terkait pengelolaan pasokan dan stabilitas harga global.
“Ke depan, tekanan terhadap harga mungkin akan meningkat seiring melimpahnya pasokan. Namun, ini sekaligus membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengatur ritme pasar dan memperkuat nilai tambah industri dalam negeri,” pungkasnya.
Dengan capaian tersebut, Indonesia tidak hanya menjadi pemain utama di pasar nikel dunia, tetapi juga motor penggerak dalam transformasi menuju ekonomi hijau berbasis mineral kritis strategis. (Uyun)


























