NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dipimpin oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin melakukan penertiban tambang nikel ilegal di Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menhan Sjafrie, mengatakan, penertiban tambang ilegal tersebut dilakukan sebagai komitmen negara untuk menindak tegas tambang ilegal.
“Hari ini (Rabu) secara fakta di lapangan kita melihat dari dekat apa kegiatan Satgas dalam rangka penertiban kawasan hutan, khususnya di pertambangan yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan,” katanya, yang dikutip pada Rabu (5/11/2025).

Ia menegaskan, negara harus hadir dalam penertiban tambang ilegal demi kepentingan nasional yang harus ditegakkan tanpa melihat latar belakang.
“Kita tidak melihat latar belakang. Kita tidak melihat dari mana, tapi kita melihat bahwa kepentingan nasional harus kita tegakkan, harus kita selamatkan. Oleh karena itu, para wakil ketua pengarah datang ke sini,” ujarnya.
Sementara itu, Kapuspenkum Anang Supriatna, menuturkan terdapat 16 tambang yang teridentifikasi melanggar aturan dan sembilan di antaranya telah diverifikasi.
“Terdapat 16 perusahaan yang teridentifikasi dan yang telah berhasil diverifikasi atau tervalidasi terdapat sembilan perusahaan yang melanggar atau memasuki wilayah hutan,” tuturnya.
Dia menjelaskan, perusahaan yang terdampak penertiban karena melanggar aturan lantaran memasuki kawasan hutan sehingga Satgas PKH melakukan klarifikasi dan penguasaan kembali oleh negara.
“Salah satu perusahaan yang memasuki wilayah hutan, yakni PT Bumi Morowali Utara (BMU) dan PT Daya Sumber Mining Indonesia (DSMI),” jelasnya.

PT BMU diketahui memiliki area bukaan tambang yang masuk di dalam hutan produksi terbatas. Mereka tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Luas lahan dengan total sekitar 66,0144 Ha berada di dalam maupun di luar area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi.
Ditemukan fakta terdapat bukaan pada kawasan hutan yang tidak dilengkapi dengan IPPKH/PPKH seluas 62,15 Ha, terdiri dari 46,03 Ha yang berada dalam wilayah IUP dan 15,94 Ha berada di luar wilayah IUP. Dari data tersebut, terdapat potensi denda sebesar Rp2,35 triliun yang harus dibayarkan perusahaan. (Uyun)


























