Beranda Asosiasi Pertambangan Tantangan Infrastruktur dan Regulasi Mobil Listrik Disorot di Forum Seminar Internasional Otomotif...

Tantangan Infrastruktur dan Regulasi Mobil Listrik Disorot di Forum Seminar Internasional Otomotif 2025

370
0
Ketum Koleksi Arwani Hidayat, AEIS 2025 Jakarta
https://event.cnfeol.com/en/evenat/333

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Komunitas Kendaraan Listrik (Koleksi), Arwani Hidayat, menyoroti berbagai tantangan yang masih dihadapi ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam Forum Seminar Internasional Otomotif ke-2 tahun 2025 yang berlangsung pada Rabu (3/9/2025).

“Alhamdulillah kami bisa berpartisipasi dalam kegiatan Forum Seminar Internasional Otomotif yang kedua tahun 2025. Tadi saya sudah menyampaikan terkait dengan tantangan dan hambatan yang dialami oleh pengguna mobil listrik,” ujar Arwani ketika diwawancara oleh Nikel.co.id masih di lokasi yang sama.

https://www.fastmarkets.com/events/international-critical-minerals-and-metals-summit-indonesia/

Menurutnya, salah satu kendala utama yang dirasakan pengguna adalah terkait Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Ia menyoroti masih adanya SPKLU yang belum berizin, yang berizin namun mengenakan tarif tidak tepat hingga kualitas mesin yang tidak sesuai standar.

“Kita juga masih mengalami beberapa problem di mana mesin-mesin SPKLU itu belum bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh karena itu, kita perlu melakukan perubahan-perubahan regulasi,” jelasnya.

Selain itu, ia menegaskan pentingnya mitigasi risiko terhadap mobil listrik, khususnya ketika terjadi kecelakaan atau kebakaran. Hingga saat ini, menurutnya, belum ada regulasi yang jelas terkait penanganan darurat pada kendaraan listrik.

“Kalau mobil listrik mengalami kecelakaan yang sangat parah, bagaimana penanganannya? Ini pun belum ada mitigasi yang jelas,” tambah Arwani.

Masalah lain yang diungkapkan adalah terkait audit dan kalibrasi SPKLU. Hingga kini, belum ada pihak yang berwenang melakukan audit standar terhadap mesin-mesin SPKLU yang beroperasi.

Dalam forum itu, pembicara lain juga menyoroti potensi masalah ekosistem di masa depan dengan mulai beredarnya mobil listrik berkapasitas baterai kecil, sekitar 15 kWh per jam, yang tetap harus menggunakan SPKLU umum berteknologi CCS2. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperlambat arus pengisian dan merugikan pengelola SPKLU.

“Banyak user yang akan menggunakan mesin-mesin DC dengan kapasitas besar, namun dipakai oleh mobil kecil ini sehingga harus menunggu lama. Pemilik SPKLU pun berpotensi rugi karena revenue yang diharapkan cepat justru lambat,” ungkapnya.

Arwani menegaskan perlunya regulasi yang lebih komprehensif untuk mendukung perkembangan mobil listrik di Indonesia. Ia mengusulkan adanya regulasi kewajiban audit, sertifikasi SNI, mitigasi risiko hingga standar spesifikasi mobil listrik yang diizinkan beredar.

“Jadi mobil yang diizinkan itu speknya seperti apa? Inilah yang kami sampaikan supaya ekosistem kendaraan listrik akan lebih baik,” tegasnya.

Selain mengulas persoalan, ia juga menyampaikan capaian positif komunitas selama empat tahun terakhir, mulai dari mendorong regulasi, edukasi, sosialisasi hingga kegiatan berkelanjutan untuk memperkuat ekosistem mobil listrik di Tanah Air. (Shiddiq)