Beranda Asosiasi Pertambangan APNI Soroti Tantangan dan Peluang Industri Nikel di AEIS 2025

APNI Soroti Tantangan dan Peluang Industri Nikel di AEIS 2025

392
0
Sekum APNI Meidy Katrin Lengkey di acara AEIS 2025 Hotel Aston Kartika Grogol Jakarta Barat, Rabu (3/9/2025)
https://event.cnfeol.com/en/evenat/333

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menegaskan pentingnya strategi pengelolaan nikel nasional agar Indonesia mampu menguasai rantai pasok industri baterai dan stainless steel dunia. Hal itu disampaikan Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, dalam acara2nd Automotive Electrical Indonesia Summit (AEIS) 2025.

“Indonesia memiliki material penting untuk mendukung pengembangan baterai listrik, mulai dari Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), nikel sulfida hingga kobalt sulfida. Semua ini bisa dihasilkan melalui proses industri dalam negeri,” ujar Meidy dalam paparannya, Hotel Aston Kartika, Jakarta Barat, Rabu (3/9/2025).

https://www.fastmarkets.com/events/international-critical-minerals-and-metals-summit-indonesia/

Menurutnya, saat ini Indonesia telah mengumpulkan data konsumsi nikel sekitar 414 ribu ton dari sejumlah perusahaan nasional. Dari sisi produksi, terdapat 54 smelter fasilitas produksi, ditambah 49 lainnya yang tengah berjalan, serta 5 perusahaan yang fokus pada ekspor.

“Dengan potensi lebih dari 700 juta ton nikel dibutuhkan smelter tahun ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat industri nikel dunia,” tegasnya.

Namun, dia juga menyoroti adanya tantangan, terutama terkait ketersediaan bahan baku dan ketergantungan impor tertentu. Beberapa perusahaan, kata dia, masih harus mengimpor nikel dari Filiphina untuk memenuhi kebutuhan pembangunan industri.

“Kita tidak hanya bicara material nikel saja, tetapi juga mencari rasio terbaik dari nikel yang mengandung magnesium dari Filiphina,” ujarnya.

Selain itu, ia menyebut isu penundaan Rencana Kerjan dan Anggaran Biaya (RKAB) yang seharusnya berjalan selama tiga tahun diubah kembali menjadi satu tahun.

“Kementerian ESDM sempat menyebutkan adanya penundaan RKAB 3 tahun pada awal tahun ini. Namun, diproyeksikan RKAB satu tahun itu bisa dimulai pada awal tahun 2026,” jelasnya.

Terkait harga, APNI memperkirakan nikel sulfat dan produk turunan lainnya, termasuk nikel murni dan nickel pig iron (NPI), akan mengalami fluktuasi.

“Tahun depan harga diperkirakan berada pada kisaran US$15.000 hingga US$16.000,” ungkap Meidy.

APNI juga mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi biaya produksi yang tinggi dan regulasi baru yang berpotensi memengaruhi iklim investasi.

“Pemerintah harus hadir memberikan solusi strategis agar harga nikel tetap kompetitif dan industri dalam negeri tidak terbebani,” tegas Meidy.

Meidy menambahkan, strategi jangka panjang Indonesia tidak hanya berhenti pada hilirisasi NPI dan MHP, melainkan juga harus menguasai industri baterai kendaraan listrik.

“Kita harus memastikan nilai tambah nikel tetap berada di dalam negeri sehingga manfaatnya dirasakan maksimal bagi perekonomian nasional,” pungkasnya. (Shiddiq)