
NIKEL.CO.ID,JAKARTA– Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) kembali merilis Indonesia Nickel Price Index (INPI) Senin, (4/8/2025).
Data terbaru ini menunjukkan dinamika harga nikel yang kian tajam dalam membedakan kondisi pasar hulu dan hilir. Di saat harga produk olahan nikel seperti High-Grade Nickel Matte dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) merosot signifikan, produk Nickel Pig Iron (NPI) justru terus mencatatkan kenaikan harga.
Sementara itu, harga bijih nikel cenderung stabil dengan penurunan terbatas. Tercatat harga bijih nikel kadar 1,2% (CIF) pada awal Agustus tercatat mengalami koreksi tipis.

Rata-rata harganya berada di level US$24,75/ton, turun US$0,25 dibandingkan harga periode sebelumnya pada 28 Juli yang berada di angka US$25/ton.
Koreksi ini mencerminkan pelemahan permintaan jangka pendek dari smelter, meski pasokan dan aktivitas pengapalan masih terpantau stabil.
Sementara itu, bijih nikel kadar tinggi atau 1,6% (CIF) tetap mempertahankan posisi harga rata-rata di US$52,05/ton, sama persis dengan harga minggu terakhir Juli.

Tidak adanya perubahan harga ini menandakan pasar untuk kadar tinggi masih dalam kondisi seimbang, dengan tekanan harga dari hilir belum cukup kuat untuk menurunkan permintaan bahan baku dari sektor pemurnian.
Kenaikan justru terjadi pada Nickel Pig Iron (FOB), yang kini dihargai US$111,4/ton, naik US$0,6 dari sebelumnya yang hanya US$111,4/ton pada pekan lalu. Walau secara nominal terlihat kecil, pergerakan naik ini menunjukkan konsistensi tren positif NPI dalam beberapa pekan terakhir.
Kenaikan ini kemungkinan besar ditopang oleh permintaan lanjutan dari sektor industri baja tahan karat, terutama di Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya.
Namun tekanan berat datang dari lini produk hilir. Harga High-Grade Nickel Matte (FOB) anjlok tajam dari US$13.320/ton pada 28 Juli menjadi hanya US$12.942/ton pada 4 Agustus.

Penurunan sebesar US$111 ini menjadi sinyal negatif bagi industri bahan baku baterai kendaraan listrik, yang banyak menggantungkan suplai dari produk matte.
Tidak jauh berbeda, harga Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) juga terjun bebas dari US$12.754/ton menjadi US$12.429/ton, melemah US$67.
Penurunan ini mencerminkan tekanan pasar global terhadap bahan baku baterai, di tengah ketidakpastian permintaan dari sektor electric vehicle (EV) serta fluktuasi harga komoditas logam non-ferro lainnya.
Secara umum, laporan INPI kali ini menyoroti adanya perbedaan dua arah antara sektor hulu dan hilir industri nikel nasional. Sementara pasar bijih nikel dan NPI masih mampu bertahan bahkan menguat, lini hilir justru menghadapi koreksi tajam.
Hal ini bisa menjadi pertimbangan serius bagi investor dan pelaku industri dalam merumuskan strategi ekspor, penyerapan domestik, serta rencana produksi jangka menengah.
APNI akan terus memantau perkembangan harga dan tren pasar global untuk memberikan acuan yang akurat dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan industri nikel Indonesia. (Lili Handayani)