Beranda Asosiasi Pertambangan APNI: Pemerintah Harus Hitung Matang Kesiapan Hilirisasi Nikel hingga 2025

APNI: Pemerintah Harus Hitung Matang Kesiapan Hilirisasi Nikel hingga 2025

68
0
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey. (Tangkapan layar IDX live)
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey. (Tangkapan layar IDX live)
https://www.apni.or.id/pendaftaranTTM

NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, meminta pemerintah lebih cermat dalam menggenjot investasi di sektor hilirisasi nikel.

Menurut Meidy, dorongan pemerintah untuk mempercepat hilirisasi memang patut diapresiasi, namun saat ini industri justru menghadapi tekanan berat. 

Turunnya harga nikel global, regulasi yang membebani pelaku usaha, serta kapasitas produksi yang terus meningkat tanpa dibarengi kesiapan bahan baku membuat sektor ini berada dalam kondisi ‘tidak baik-baik saja’.

https://www.apni.or.id/regisGolf2025

“Menargetkan boleh, tapi kesiapan kita bagaimana? Kesiapan bahan bakunya, kesiapan posisi pemerintah dalam membantu para pengusaha sehingga margin mereka tidak habis. Tahun ini pengusaha lagi seret, karena harga turun tapi beban regulasi makin berat,” ujar Meidy dalam acara Market Review yang disiarkan langsung oleh IDX Channel dengan tema ‘Optimalisasi Potensi Investasi Hilirisasi hingga Akhir 2025’, Selasa (22/7/2025).

Meidy menjelaskan bahwa sejak 2022, Indonesia telah mengalami overproduksi bijih nikel. Sementara itu, permintaan global terhadap nikel khususnya untuk baterai kendaraan listrik justru sedang lesu. 

Beberapa pabrik pengolahan pun terpaksa mengurangi kapasitas produksi hingga menghentikan operasional tungku mereka.

https://www.apni.or.id/NickelProducers4Th

“Banyak media menyebut smelter tutup, padahal yang benar tungkunya yang tidak aktif. Artinya produksinya dikurangi, bukan seluruh fasilitasnya berhenti,” jelasnya.

Di sisi lain, pemerintah terus membuka pintu bagi investasi baru. Namun Meidy mengingatkan agar rencana tersebut disesuaikan dengan kapasitas dan realitas cadangan yang tersedia, terutama karena banyak pabrik saat ini justru terpaksa mengimpor bijih nikel dari Filipina.

“Sampai Juni 2025, impor bijih nikel dari Filipina mencapai 4,6 juta ton. Kalau seluruh pabrik yang dalam konstruksi selesai dan mulai produksi, kebutuhan bijih nikel kita bisa tembus 800 juta ton per tahun. Apakah cadangan kita cukup?” ungkapnya.

Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan hilirisasi tercepat di dunia. Dari target awal 30–35 pabrik pengolahan, kini jumlahnya sudah mencapai lebih dari 55 fasilitas, baik pirometalurgi maupun hidrometalurgi. Bahkan, jika digabungkan dengan yang dalam tahap konstruksi dan perizinan, totalnya bisa menyentuh 145 pabrik.

https://www.heliexpoasia.co.id/?utm_id=Hexia25-MNI&utm_source=media

“Ini sukses, tapi mungkin terlalu cepat. Pertanyaannya sekarang, cadangan kita bisa menopang itu semua nggak? Ini yang harus dihitung pemerintah sebelum mengundang investasi baru,” tegas Meidy.

Dalam konteks keberlanjutan (ESG), Meidy menekankan pentingnya menjaga lingkungan serta memastikan investasi tidak berbasis pada pasokan yang rapuh. Apalagi Indonesia kerap mendapat sorotan karena isu lingkungan dalam kegiatan pertambangan.

“Kita harus balancing, baik untuk investor lokal maupun asing. Jangan sampai kita agresif undang investasi, tapi bahan bakunya nggak cukup. Nanti negara dan investor bisa rugi,” ucapnya.

https://event.cnfeol.com/en/event/333

Ia juga menyoroti perbedaan karakteristik nikel Indonesia yang berupa laterit (biaya rendah), dibandingkan nikel sulfida milik Australia yang berbiaya tinggi. Hal ini menjadi keunggulan kompetitif, namun tetap perlu dijaga secara berkelanjutan.

Meidy menyimpulkan bahwa keberhasilan hilirisasi bukan hanya soal menarik investasi sebanyak mungkin, tetapi juga bagaimana pemerintah menghitung secara realistis kapasitas produksi nasional, cadangan bahan baku, dan tren permintaan global.

“Langkah kedua setelah sukses hilirisasi adalah menjaga keberlanjutan. Jangan sampai raw material tidak mencukupi. Pemerintah harus betul-betul berhitung, agar industri tidak tumbang dan negara tetap dapat manfaat,” tutupnya. (Lili Handayani)