
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Keselamatan di sektor pertambangan bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan panggilan moral. Demikian terus dikampanyekan oleh Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI) mengenai keselamatan di sektor pertambangan.
Dalam aksinya, APKPI rutin menggelar program Safety Sharing Session. Bendahara APKPI, Retno Nartinati, menerangkan, sejak digagas pada 2013 dan digelar rutin setiap Rabu malam secara daring, sesi ini telah menjangkau lebih dari 11.600 peserta dari seluruh Indonesia.
Retno yang saat itu mewakili Ketua APKPI, Joko Tri Raharjo, menjelaskan, dari data yang dimiliki APKPI, kegiatan ini telah memasuki batch ke-108 dengan peserta yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari inspektur tambang, praktisi K3, manajemen perusahaan, akademisi, hingga mahasiswa.
Selain itu, kegiatan ini bertujuan sebagai wadah untuk berbagi ilmu, berdiskusi, dan saling mengingatkan soal praktik keselamatan kerja yang berkelanjutan.

“Salah satu fokus utama yang kini mulai mendapat tempat dalam sesi-sesi tersebut adalah penggunaan teknologi dan transformasi digital untuk mendorong partisipasi pekerja dalam menciptakan tambang yang lebih aman,” ungkapnya kepada nikel.co.id, disela acara.
Retno yang saat ini menjabat sebagai Director HSE Corporate GEMS Sinar Mas Mining, menyatakan bahwa implementasi digital tools, seperti dashboard pemantauan, e-learning safety, hingga sistem pelaporan berbasis aplikasi sangat membantu mempercepat reaksi dan edukasi terhadap potensi bahaya.
“Transformasi digital bukan menggantikan peran manusia, tapi memperkuatnya. Ini tentang bagaimana kita bisa lebih cepat melihat risiko, menganalisis data, dan menindaklanjuti sebelum kejadian terjadi,” ujarnya.
Selain itu, APKPI juga menyoroti isu kesehatan kerja dan mental wellbeing sebagai bagian integral dari keselamatan tambang. Topik-topik seperti pengelolaan program wellness, suspension trauma, hingga fatigue management menjadi bagian rutin dari diskusi, menunjukkan bahwa keselamatan tidak hanya soal APD dan SOP, tetapi juga kesiapan fisik dan mental pekerja tambang.

Dia menyebutkan bahwa pendekatan APKPI sangat relevan dengan tantangan nyata di lapangan. Berbagai kecelakaan kerja kerap dipicu oleh kelelahan, tekanan psikologis, dan lemahnya komunikasi di antara tim kerja.
“Banyak yang masih berpendapat bahwa kecelakaan itu kalau sudah saatnya terjadi, maka akan terjadi. Juga. Jika ditilik dengan seksama, kecelakaan dapat dicegah. Dan penyebab kecelakaan banyak disebabkan oleh tindakan tidak aman, misalkan karena kelelahan, kurang fokus, atau tidak menyampaikan informasi dengan benar. Lewat sharing seperti ini, kita jadi belajar dari pengalaman nyata orang lain,” ungkapnya.
Topik lain yang juga mendapatkan perhatian luas adalah manajemen tanggap darurat, analisis insiden berbasis taproot, serta pemenuhan regulasi dan standarisasi keselamatan pertambangan. Setiap sesi dirancang interaktif, dengan narasumber dari berbagai perusahaan dan institusi yang menyampaikan studi kasus nyata (case study) atau praktik terbaik (best practice).

Dengan terus bertumbuhnya jumlah peserta dan topik yang semakin relevan, APKPI meyakini bahwa transformasi budaya keselamatan di sektor tambang harus dimulai dari dialog, kolaborasi, dan literasi. Teknologi menjadi akselerator, tetapi yang terpenting adalah keterbukaan untuk terus belajar dan saling mengingatkan.
“Kita tidak bisa mengandalkan aturan saja. Yang membuat K3 hidup adalah manusianya. APKPI berusaha menjadi pengingat dan penggerak,” tutup perwakilan asosiasi di akhir sesi. (Lili Handayani)