

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menegaskan komitmennya terhadap praktik pertambangan yang cerdas dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan menyusul tudingan dari sejumlah pembeli internasional yang menyebut nikel Indonesia sebagai dirty nickel atau bahkan bloody nickel.
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, mengatakan industri nikel nasional sedang menjalani proses transformasi menuju tata kelola yang lebih baik dan sesuai dengan standar global Environment, Social and Governance (ESG).
“Kami di sini pemain baru di industri global. Kami baru mulai, tapi sudah bersiap dengan tata kelola, infrastruktur, dan sistem pertambangan yang lebih baik,” kata Meidy dalam konferensi Indonesia Smart Mining Conference 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.

Menurutnya, tantangan industri nikel Indonesia tidak hanya berkutat pada efisiensi produksi dan logistik, tetapi juga penyesuaian terhadap tuntutan ESG dari pasar internasional. Untuk itu, APNI mendorong anggotanya mengadopsi teknologi digital dalam pemantauan tambang.
“Dengan sistem seperti Mineral One Map Indonesia (MOMI), kami bisa memantau kegiatan pertambangan secara real-time, bahkan di wilayah terpencil,” ujarnya.
Ia menyebutkan sistem lain seperti MOMS dan MODI juga turut mendukung upaya menuju pertambangan cerdas.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa penerapan ESG di Indonesia masih menghadapi tantangan. Selain biaya tambahan, perbedaan standar regulasi antara nasional dan internasional juga menjadi hambatan.
“Kami sudah memetakan 57 regulasi ESG dari sembilan kementerian. Sekarang kami menyusun parameter ESG yang sesuai dengan kondisi Indonesia, tapi tetap kompatibel dengan standar global,” katanya.
Meidy menambahkan, transformasi ini menjadi mendesak mengingat Indonesia saat ini menjadi pemasok utama bahan baku baterai kendaraan listrik dunia. Namun, fluktuasi harga nikel dan tingginya biaya operasional menyebabkan sejumlah lini produksi berhenti.

“Kalau perusahaan tidak untung, mereka tidak bisa bertahan. Padahal kita sedang membangun ekosistem baterai yang kuat,” ujarnya.
Konferensi yang digelar Petromindo ini menjadi ruang diskusi antara pelaku industri, regulator, dan investor untuk mempercepat adopsi teknologi serta memperkuat citra positif nikel Indonesia di mata dunia. (Shiddiq/Lily)