NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harga nikel pekan ini mulai menunjukkan tanda-tanda stabilisasi setelah mengalami tekanan dalam beberapa minggu terakhir.
Berdasarkan data Indonesia Nickel Price Index (INPI) yang dirilis Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Senin, 7 Juli 2025, sebagian besar harga produk nikel mencatat pergerakan bervariasi, dengan kecenderungan menguat khususnya pada produk hilir seperti High-Grade Nickel Matte dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Harga bijih nikel dengan kadar 1,2% dengan sistem pembayaran Cost, Insurance, and Freight (CIF) tercatat stabil di kisaran US$24 hingga US$26 per metrik ton (mt), dengan rata-rata tetap di angka US$25/mt, tidak berubah dari posisi pada 30 Juni 2025.
Sementara itu, harga bijih nikel kadar tinggi 1.6% CIF justru melemah tipis sebesar US$0,5. Turun dari US$52,9/mt menjadi US$52,4/mt. Pelemahan ini mencerminkan masih lemahnya permintaan dari sisi smelter, terutama terhadap bahan baku berkadar tinggi, di tengah pasar yang belum benar-benar pulih.
Harga produk turunan nikel seperti Nickel Pig Iron (NPI) juga mengalami penurunan. Dari sebelumnya US$111,1/mt dengan sistem pembayaran Free On Board (FOB) pada akhir Juni, kini turun menjadi US$110,9/mt. Meski koreksi harga kali ini hanya US$0,2. Lebih kecil dibanding pekan lalu yang anjlok US$1,2. Tren pelemahan ini tetap menunjukkan tekanan dari sisi pabrikan stainless steel.
Di sisi lain, produk hilir mulai menunjukkan tanda-tanda rebound atau kenaikan setelah mengalami penurunan. High-Grade Nickel Matte (FOB) mengalami penguatan harga sebesar US$15/mt, meskipun secara rata-rata tetap tercatat di angka US$13.141/mt. Kenaikan tersebut lebih terasa pada harga batas bawah yang menguat dari pekan sebelumnya, yang pada saat itu melonjak signifikan hingga US$46/mt.
Sementara itu, harga MHP dengan sistem pembayaran (FOB) juga mengalami kenaikan sebesar US$4, dari posisi sebelumnya di US$12.442/mt menjadi US$12.512/mt. Kenaikan beruntun ini menegaskan sinyal pemulihan permintaan pasar, terutama dari sektor kendaraan listrik di Tiongkok dan kawasan Asia Timur yang mulai menggeliat kembali.
Dengan kecenderungan stabil pada harga bijih nikel dan kenaikan pada produk hilir, pasar nikel Indonesia saat ini berada di ambang konsolidasi. Para pelaku industri disarankan untuk terus mencermati dinamika harga global, serta kebijakan ekspor dan impor yang berpotensi memengaruhi pasokan dan permintaan dalam semester kedua tahun 2025 ini. (Lili Handayani)