NIKEL.CO,ID, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi (Keminhil)/BKPM tengah menyempurnakan sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 sebagai pengganti PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Deputi Bidang Teknologi Informasi Penanaman Modal, Ricky Kusmayadi, menjelaskan proses transisi ini mencakup perubahan modul, pemetaan ulang KBLI, serta penerapan prinsip perizinan fiktif positif (fikpos) untuk mempercepat pelayanan perizinan.
“Pengembangan sistem saat ini diprioritaskan untuk permohonan baru Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU), dan persyaratan dasar. Kami sudah menyelesaikan bisnis proses umum dan saat ini sedang menyempurnakan detailnya,” ujar Ricky dalam konsultasi publik, Kamis (3/7/2025).
Ia menyampaikan bahwa OSS RBA versi terbaru akan mulai diuji coba melalui tahapan user acceptance test dan ditargetkan go live melalui proses cut off dari versi lama ke versi baru.
“Akan ada masa transisi menuju OSS RBA versi dua dan ini membutuhkan konfirmasi serta kesepakatan teknis dari kementerian dan lembaga sektor terkait,” katanya.
Salah satu perubahan krusial adalah pemecahan formulir pengajuan dari yang sebelumnya satu form menjadi dua tahap: pengajuan persyaratan dasar dan pengajuan perizinan berusaha.
“Model baru ini mengakomodasi pelaku usaha yang hanya membutuhkan persyaratan dasar tanpa izin usaha atau yang mengajukan multi-KBLI dalam satu lokasi,” jelas Ricky.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penerapan fikpos menjadi elemen penting dalam PP 28/2025.
“Fikpos mulai diterapkan secara bertahap, salah satunya sejak 2 Juni 2025 telah berlaku di sektor pertanian, ESDM, KKP, ketenagakerjaan, industri, dan pariwisata dengan total 258 KBLI,” katanya seraya menambahkan bahwa dalam sistem OSS RBA terdapat SLA fikpos untuk verifikator dan penyetuju agar ada batas waktu maksimal pemrosesan izin.
Selain itu, dashboard khusus untuk pengawasan permohonan fikpos juga tengah dikembangkan. Dashboard ini akan membantu pimpinan kementerian/lembaga dalam memantau permohonan yang harus diterbitkan izinnya secara otomatis jika melebihi batas waktu. Dalam pemaparan tersebut, ia juga menyinggung tantangan teknis dan yuridis yang dihadapi.
“Salah satu risikonya adalah ketergantungan teknis dengan subsistem kementerian/lembaga, karena mereka perlu waktu untuk menyesuaikan dengan perubahan bisnis proses dan kontrak integrasi API,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi, ia menyarankan solusi agar implementasi dilakukan melalui mekanisme hak akses. Di akhir paparannya, ia menegaskan bahwa seluruh perubahan akan mempercepat dan menyederhanakan layanan perizinan usaha, sekaligus memperkuat integrasi lintas sektor.
“Kita dorong agar OSS menjadi pusat data dan proses perizinan yang efisien, transparan, dan terintegrasi penuh,” pungkasnya. (Lili Handayani)