NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi (Keminhil)/BKPM menyelenggarakan agenda konsultasi publik terkait penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi yang akan menggantikan Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021, Kamis (3/7/2025).
Regulasi baru ini disusun untuk mengakomodasi dan menyelaraskan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Deputi Bidang Pengembangan Modal Kemenhil/BKPM, Riyatno, menyampaikan bahwa konsultasi publik tersebut penting agar peraturan baru bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak, mulai dari kementerian/lembaga, pelaku usaha, hingga pemerintah daerah.
“Kami tidak ingin hanya menunggu penyusunan peraturan teknis di bawahnya. Oleh karena itu, sambil proses berjalan, kami juga menyusun rancangan ini agar proses bisnis di PP 28 sudah bisa tercermin secara rinci,” kata Riyatno.
Penyusunan peraturan ini sekaligus menjadi langkah penyederhanaan dan efisiensi regulasi. Tiga peraturan BKPM yang lama akan digabung dan disederhanakan menjadi satu peraturan menteri yang komprehensif dan mudah dipahami.
“Tujuannya agar pelaku usaha tidak bingung dengan banyak aturan. Sekarang cukup satu peraturan menteri sebagai acuan,” ujarnya.
Ia mengajak semua pihak untuk memberikan masukan terhadap rancangan ini. Link dan barcode untuk pengumpulan masukan sudah disiapkan, termasuk bagi peserta yang mengikuti melalui siaran langsung YouTube.
Poin-poin utama dalam rancangan ini mencakup:
- 1. Penyederhanaan struktur regulasi dari 3 peraturan menjadi 1 peraturan yang terdiri dari 13 bab;
- 2. Penyesuaian norma dan prosedur perizinan agar lebih rinci, termasuk persyaratan dasar, perizinan kegiatan usaha, dan pengawasan;
- 3. Kemudahan bagi investor asing (PMA), seperti nilai investasi minimum untuk SPKLU dan usaha berbasis teknologi di kawasan ekonomi khusus (KEK);
- 4. Relaksasi ketentuan permodalan PMA, yang mengharuskan modal disetor minimal bisa dimulai dari Rp2,5 miliar;
- 5. Penerapan prinsip fiktif positif untuk mempercepat proses perizinan; dan
- 6. Peningkatan sistem pengawasan dan pelaporan berkala, serta pemantauan kepatuhan pelaku usaha.
Ia menambahkan bahwa rancangan ini disusun dalam waktu sangat singkat sebagai respons cepat atas arahan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
“Kami hanya punya waktu dua sampai tiga hari untuk menyusun ini setelah sosialisasi PP 28 awal pekan ini. Tapi, kami pastikan kualitas dan substansinya tetap terjaga,” terangnya.
Rancangan ini ditargetkan selesai melalui proses harmonisasi pada minggu berikutnya, sebelum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Dengan partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi pelaku usaha dan pemerintah daerah, peraturan ini diharapkan menjadi landasan yang kuat dan adaptif terhadap dinamika investasi di Indonesia. (Lili Handayani)