Beranda Berita Nasional Kementerian Investasi Gelar Konsultasi Publik, Bahas Reformasi Perizinan Berbasis Risiko

Kementerian Investasi Gelar Konsultasi Publik, Bahas Reformasi Perizinan Berbasis Risiko

98
0
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, saat menyampaikan kata sambutan pada konsultasi publik yang dilaksanakan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM terkait rancangan peraturan menteri investasi dan hilirisasi / kepala BKPM sebagai pengganti peraturan BKPM nomor 3, 4 dan 5 tahun 2021.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, saat menyampaikan kata sambutan pada konsultasi publik yang dilaksanakan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM terkait rancangan peraturan menteri investasi dan hilirisasi / kepala BKPM sebagai pengganti peraturan BKPM nomor 3, 4 dan 5 tahun 2021.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA– Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyelenggarakan agenda konsultasi publik untuk menyerap masukan dari berbagai pemangku kepentingan terhadap rancangan peraturan terbaru sebagai pengganti Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021. 

Acara ini menjadi bagian penting dalam penyempurnaan kebijakan perizinan berusaha berbasis risiko.

Dalam sambutannya, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, menyampaikan bahwa konsultasi publik ini diselenggarakan sebagai respons atas perubahan regulasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 yang kini digantikan oleh PP Nomor 28 Tahun 2025.

“Kebijakan ini dirancang untuk menjawab tiga tantangan utama, yaitu kepastian penerbitan perizinan, simplifikasi proses, dan restrukturisasi regulasi,” ujar Todotua dalam sambutannya, Kamis (3/7/2025)

Ia menegaskan, pelayanan perizinan adalah ujung tombak dalam menyerap realisasi investasi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam lima tahun ke depan, dengan target realisasi investasi mencapai Rp13.000 triliun. 

Namun, berdasarkan catatan kementerian, masih terdapat investasi yang belum terealisasi hingga mencapai angka Rp2.000 triliun akibat berbagai kendala perizinan.

“Persoalan klasik seperti perizinan yang tidak kondusif, kebijakan yang tumpang tindih, serta kurangnya kepastian hukum, menjadi penghambat utama,” katanya.

Todotua juga menyampaikan bahwa Kementerian Investasi berkomitmen melakukan reformasi birokrasi sebagaimana yang selalu ditekankan oleh Presiden. 

Salah satu terobosan dalam regulasi baru ini adalah penerapan konsep ‘fiktif-positif’, di mana jika perizinan tidak diberikan dalam batas waktu tertentu, maka izin dianggap telah diberikan secara otomatis.

“Kita harus memberikan kepastian. Jangan sampai investor sudah siap masuk, tapi izinnya belum keluar. Ini bisa mengganggu siklus bisnis,” jelasnya.

Dalam forum tersebut, Todotua juga menyinggung pentingnya sinergi antara kementerian dan lembaga (K/L) dalam mengintegrasikan pelayanan perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Saat ini, terdapat sekitar 1.700 jenis usaha yang tercakup dalam OSS, melibatkan koordinasi dengan lebih dari 17 kementerian/lembaga.

Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan rencana integrasi sektor keuangan, termasuk perbankan dan asuransi, ke dalam platform OSS. Menurutnya, hingga saat ini data dari sektor keuangan belum tercatat dalam realisasi investasi nasional.

“Kami sudah berdiskusi dengan OJK, dan responnya sangat positif. Dalam waktu dekat, kami harap sektor keuangan bisa masuk ke sistem OSS, tidak hanya sebagai pemantau, tapi juga bagian dari proses perizinan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya pendekatan post-audit dalam proses perizinan, khususnya bagi investasi yang dilakukan di dalam kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus.

“Kalau investasinya masuk kawasan, dan investor sudah siap, izinnya bisa langsung diberikan. Syarat-syarat lainnya bisa dipenuhi belakangan. Pemerintah harus berani membuat terobosan,” tegasnya.

Konsultasi publik ini, menurutnya, menjadi wujud keterbukaan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan pelaku usaha.

“Forum ini penting untuk menyerap masukan yang konstruktif dari K/L, daerah, asosiasi usaha, UMKM, maupun investor. Masukan tersebut akan menjadi kunci dalam penyempurnaan peraturan pengganti yang akan menjadi fondasi reformasi perizinan berusaha berbasis risiko,” ucap Todotua.

Ia menutup sambutannya dengan harapan agar sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha dapat menjadi energi baru untuk menciptakan regulasi yang progresif dan berpihak pada kepentingan nasional.

“Semoga regulasi baru ini mampu memperkuat kepastian hukum, menyederhanakan prosedur, serta mendorong terciptanya iklim investasi yang lebih baik,” pungkasnya. (Lili Handayani)