
NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menggelar agenda konsultasi publik untuk membahas rancangan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM yang akan menggantikan tiga regulasi sebelumnya, yakni Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021.
Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah untuk menyelaraskan regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi, menegaskan bahwa terbitnya PP 28 merupakan momentum krusial dalam menjawab tiga tantangan utama dalam dunia investasi: kepastian perizinan, penyederhanaan prosedur, serta reformasi regulasi yang konkret.
Elen menyoroti pentingnya mengakselerasi reformasi regulasi untuk menjawab hambatan pelaksanaan perizinan berbasis risiko yang selama ini masih belum optimal. Ia mengatakan bahwa selama empat tahun terakhir, masih ditemukan berbagai kendala dalam penerbitan persyaratan dasar perizinan, seperti KKPR, izin lingkungan, dan sebagainya.
Ia menyampaikan bahwa arahan Presiden Joko Widodo sangat jelas, yaitu agar regulasi perizinan menjadi lebih sederhana, efisien, dan memberikan kepastian hukum.
Deregulasi dan reformasi birokrasi disebut sebagai syarat mutlak untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan menghindarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
Elen mengingatkan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, pemerintah harus serius membenahi iklim investasi. Salah satunya dengan menyusun regulasi yang memudahkan pelaku usaha, tidak mempersulit. Pemerintah didorong untuk mencontoh praktik terbaik dari negara lain jika diperlukan.
“Copy with pride,” ujarnya mengutip arahan Presiden.
Dalam paparannya, Elen juga menyampaikan bahwa Presiden telah mengingatkan agar regulasi seperti terkait impor dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditinjau secara lebih realistis, tanpa mengabaikan kepentingan nasional.
“Pemerintah harus mampu menyeimbangkan kepentingan perlindungan nasional dengan kemudahan berusaha,” tuturnya.
Ia juga menyinggung keterlambatan birokrasi yang masih sering terjadi, meski sistem Online Single Submission (OSS) telah diperkenalkan.
Menurutnya, meskipun OSS disebut ‘single‘, pintu masuknya masih banyak. Karena itu, ke depan akan diterapkan pendekatan sistem terintegrasi dengan Service Level Agreement (SLA) dan skema ‘fiktif positif’, di mana jika pemerintah tidak merespons permohonan izin dalam waktu yang ditentukan, maka izin dianggap diberikan.
Elen mencontohkan pengalaman nyata dari pengurusan izin sebuah pabrik yang terhambat hanya karena kendala teknis dan birokratis sederhana, menunjukkan betapa pentingnya penerapan fiktif positif.
Pemerintah harus aktif membimbing pelaku usaha jika ada ketidaksesuaian terhadap Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) , bukan sekadar menolak.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peraturan turunan dari PP 28 ini menjadi satu peraturan menteri yang komprehensif, menggantikan Permen Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021.

Hal ini untuk mencegah kebingungan di kalangan pelaku usaha, menyederhanakan referensi, serta menyinkronkan seluruh aturan.
“Kalau ada perbedaan pengaturan antara PP 28 dan Permen Investasi dengan peraturan sektoral, maka yang menjadi acuan adalah PP 28 dan Permen Investasi agar tidak ada keraguan bagi pelaku usaha terhadap regulasi yang berlaku, ,” tegasnya.
Elen juga menyoroti pentingnya sinkronisasi dengan tata ruang. Masih banyak persoalan dalam integrasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR ) yang memperlambat penerbitan KKPR.
Namun, pemerintah kini mendorong percepatan digitalisasi RDTR untuk mempercepat proses tersebut.
Dalam forum tersebut, peserta dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan masukan terhadap rancangan peraturan ini. Masukan dapat disampaikan hingga akhir minggu ini melalui tautan yang akan disediakan oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
Sebagai penutup, Elen menyampaikan harapannya agar reformasi regulasi yang dilakukan ini benar-benar dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung target pembangunan menuju “Indonesia Emas” sebelum 2045.
“Kalau ada pejabat yang tidak mendukung deregulasi ini, akan dievaluasi. Kalau menteri pun tidak cepat bekerja, Presiden menyatakan akan ditinggal di pinggir jalan,” tegasnya.
Kegiatan konsultasi publik ini menjadi penanda keseriusan pemerintah dalam memastikan seluruh regulasi mendukung ekosistem investasi yang transparan, cepat, dan efisien. (Lili Handayani)