NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Polemik terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus menjadi perhatian publik. Menanggapi isu ini, Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menegaskan pentingnya melihat permasalahan ini secara objektif dan menyeluruh berdasarkan data dan fakta di lapangan.
“Raja Ampat itu adalah surga terakhir di bumi, saya sepakat soal itu. Tetapi, masalah pertambangan di Raja Ampat saat ini, harus dilihat secara objektif, minimal dari tiga aspek: sosial, ekonomi, dan ekologi. Sebab, jika tidak, kita akan terbawa opini-opini yang justru menghambat Indonesia menuju negara maju,” ujar Bambang dalam pernyataan resminya, dikutip nikel.co.id, Senin (16/6/2025).
Publik, katanya menekankan, membutuhkan informasi yang utuh dan pemahaman mendalam terhadap dinamika yang sedang terjadi di wilayah tersebut. Karenanya, Komisi XII DPR terus aktif melakukan kunjungan kerja (kunker) spesifik ke berbagai daerah guna mengumpulkan masukan dan data lapangan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap sektor energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi.
“Kami selalu mengawasi kebijakan terkait energi dan sumber daya mineral. Jika ada perusahaan tambang yang tidak menjalankan operasionalnya sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan lingkungan, tentu kami punya kewenangan untuk mengevaluasi,” tegasnya.
Tindakan tegas pemerintah yang mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, diapresiasi olehnya. Keputusan tersebut disebutnya relevan dengan semangat keberlanjutan dan tata kelola sumber daya alam yang lebih baik.
“Pencabutan IUP ini sangat relevan dengan terbitnya PP No. 5 Tahun 2025 tentang Penataan Kawasan Hutan dan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Ini memberikan landasan hukum bagi negara untuk menyelesaikan tumpang-tindih perizinan, menegaskan fungsi konservasi, serta menata ulang praktik industri ekstraktif,” jelasnya.
Politikus Partai Golkar dari daerah pemilihan Kepulauan Bangka Belitung itu menilai tindakan pemerintah tersebut bukan hanya bersifat administratif, tetapi merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah Indonesia serius dalam memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar lebih berkelanjutan, transparan, dan bertanggung jawab.
“Dunia internasional harus melihat bahwa Indonesia mampu mengelola potensi tambangnya dengan baik dan berbasis lingkungan,” tuturnya. (Lili Handayani)