
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Komitmen PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel) dalam menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan mendapat apresiasi dari Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara (Malut). Koordinator KATAM, Muhlis Ibrahim, menegaskan bahwa kehadiran perusahaan tambang dan hilirisasi nikel terpadu di Pulau Obi telah membawa dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.
“Saya melihat banyak perubahan dibandingkan kunjungan terakhir saya pada tahun 2022. Terutama, pembangunan infrastruktur. Hal ini telah mempersempit kesenjangan antardesa secara signifikan dan memperpendek rantai ekonomi yang panjang,” ujar Muhlis saat meninjau operasional Harita Nickel di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, pada 19–21 April 2025 sebagaimana dikutip laman TBP, Senin (5/5/2025).
Salah satu sorotan Muhlis adalah program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) melalui Unit Kewirausahaan Masyarakat (UNIKK). Ia mencatat, tujuh UMKM binaan Harita yang beranggotakan 42 warga dari dua desa berhasil mencatat omzet hingga Rp5 miliar per tahun. Unit usaha ini didominasi oleh perempuan dan bergerak di sektor kuliner, pengolahan hasil pala dan kedelai, hingga minimarket dan kafe.

“Perusahaan tidak hanya membekali warga dengan pengetahuan, tetapi juga menyediakan akses ke pasar. Sekarang, terserah masyarakat apakah mereka mau memanfaatkan peluang ini atau tidak. Yang jelas, mereka yang tergabung dalam kelompok binaan perusahaan sudah merasakan manfaatnya,” ungkapnya.
Dalam kunjungan itu, dia juga meninjau permukiman baru Desa Kawasi yang dibangun sebagai bagian dari program relokasi. Ia menyatakan dukungannya terhadap langkah ini, mengingat desa lama telah dikelilingi oleh aktivitas industri dan tidak lagi aman untuk dihuni.
“Jangan sampai masyarakat menjadi korban, dijadikan alat konflik. Selama permukiman lama masih ada, maka akan terus dieksploitasi untuk menyerang perusahaan, dengan narasi yang menggambarkan kemiskinan dan kondisi kumuh di tengah kawasan industri yang berkembang pesat,” tegasnya.

Terkait isu lingkungan, Muhlis menekankan pentingnya transparansi. Ia menyoroti fasilitas pengelolaan air limpasan tambang Harita Nickel, termasuk kawasan Tuguraci 2 seluas 43 hektare yang disebut sebagai fasilitas pengendapan terbesar dan terlengkap di Maluku Utara.
“Perusahaan sudah memiliki sistem pemantauan air yang memadai, dengan 52 kolam pengendapan yang dipantau berkala agar air yang dilepas ke lingkungan telah memenuhi baku mutu. Tapi, perusahaan tetap harus terbuka menjelaskan ini ke publik, karena isu lingkungan adalah yang paling sensitif dalam industri ini,” jelas dosen pertambangan itu.
Dia juga mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk tidak terjebak dalam narasi negatif tanpa data. Sebaliknya, ia mendorong agar semua pihak mengunjungi langsung lokasi dan berdialog dengan perusahaan.

“Harita Nickel merupakan aset penting bagi Maluku Utara. Mari kita dukung dengan terus memantau komitmennya agar kegiatan investasi dapat berjalan lancar,” tuturnya.
Terakhir, Muhlis menyampaikan harapannya agar konsistensi Harita Nickel dalam menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) bisa menjadi contoh baik bagi perusahaan lain yang beroperasi di kawasan timur Indonesia. (Shiddiq)