Beranda Berita International Indonesia Siapkan Diri Hadapi Perang Dagang Akibat Kebijakan Tarif Impor AS

Indonesia Siapkan Diri Hadapi Perang Dagang Akibat Kebijakan Tarif Impor AS

1681
0
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani
https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdygvPuU52K95cfkwb4Vs-KbOrszjMzNM9cVN_ihoYbwMa1QA/viewform?pli=1

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Perang dagang yang dipicu kebijakan Presiden Donald Trump, yang menaikkan tarif impor hingga 32% terhadap Indonesia, telah mempengaruhi berbagai sektor perekonomian, terutama sektor mineral dan manufaktur.

Indonesia kini tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi dampak dari kebijakan tarif tinggi ini, yang berpotensi memengaruhi ekspor sejumlah komoditas penting, seperti nikel dan tembaga.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, mengatakan, meskipun kebijakan tarif ini memberi dampak negatif terhadap perekonomian global, Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup baik dalam merespons tantangan tersebut.

“Tembaga, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, telah menunjukkan perbaikan yang signifikan. Harga tembaga mengalami kenaikan year on year sebesar 9,8% dan year to date naik 8,7%, sementara month on month-nya juga menunjukkan peningkatan 0,9%. Ini adalah sinyal positif bagi kita, meskipun tren koreksi harga sempat terjadi pada 2023,” ujar Sri Mulyani dalam tayangan Kompas TV, Senin (7/4/2025).

Sementara itu, untuk nikel, menurutnya, meskipun terjadi penurunan sebesar 6% secara year on year, harganya menunjukkan pemulihan dengan kenaikan 8% year to date dan peningkatan 6,6% month on month.

“Perbaikan harga komoditas ini memberikan optimisme, meskipun beberapa harga pangan masih bervariasi dan beberapa komoditas lainnya masih mengalami koreksi,” ujarnya.

Dari sisi manufaktur, dia juga menyampaikan bahwa sektor ini menunjukkan kinerja yang relatif baik dibandingkan dengan negara-negara lain yang terdampak lebih berat oleh perang dagang.

“Meskipun hampir semua negara mengalami disrupsi dalam sektor manufaktur akibat gangguan pasokan dan tarif impor yang tinggi, Indonesia menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dan tajam. Aktivitas manufaktur Indonesia mampu pulih dengan cepat, dan saat ini berada di level 53,6%, yang menunjukkan bahwa sektor ini masih tumbuh positif,” ungkapnya.

Indonesia, menurut Sri, berhasil menghindari dampak kontraktif yang berkepanjangan yang dialami oleh negara-negara besar, seperti Jerman dan Prancis, yang terus menghadapi penurunan aktivitas manufaktur dalam dua tahun terakhir.

BACA JUGA: Pelaku Usaha Tambang Ungkap Pengaruh Kebijakan Trump Terkait Tarif Rasiprokal

Bahkan, negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia dan Vietnam, juga mengalami kontraksi di sektor manufaktur. Di sisi lain, negara-negara seperti Brazil dan Amerika Serikat menunjukkan angka yang relatif baik di sektor ini.

“Walaupun Indonesia juga mengalami dampak kontraktif dalam beberapa bulan, pemulihan yang terjadi jauh lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu beradaptasi dengan cepat terhadap tantangan global yang ada,” kata Menkeu RI tersebut.

Namun demikian, meskipun sektor manufaktur Indonesia menunjukkan perbaikan yang signifikan, Menteri Keuangan mengingatkan agar tidak terlalu cepat berpuas diri.

“Kita harus tetap waspada, karena perang dagang dan kebijakan tarif masih berlangsung. Namun, saya optimis Indonesia dapat terus menjaga momentum pemulihannya,” tutupnya.

Dalam menghadapi tarif tinggi dari Amerika Serikat, Indonesia perlu terus memperkuat daya saing sektor manufaktur dan mineral, serta menjaga stabilitas perekonomian agar dapat terus tumbuh di tengah ketegangan global ini. (Shiddiq)