Beranda Berita Nasional Kenaikan Tarif Royalti untuk Komoditas Mineral dan Batu Bara

Kenaikan Tarif Royalti untuk Komoditas Mineral dan Batu Bara

3716
0
Ilustrasi tambang nikel.
Ilustrasi tambang nikel.

NIKEL.CO.OD, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar konsultasi publik mengenai rancangan amandemen tarif royalti untuk sektor mineral dan batu bara.

Hal ini sebagaimana dikutip laman Stockbit Snips, bahwa rancangan ini berfokus pada penyesuaian tarif royalti yang akan memengaruhi sejumlah komoditas, termasuk nikel, tembaga, dan emas, serta penyesuaian tarif untuk batu bara, yang berpotensi mengubah dinamika industri tersebut.

Dalam dokumen yang dipresentasikan oleh Kementerian ESDM, terdapat rencana untuk menaikkan tarif royalti bagi beberapa komoditas mineral, di antaranya nikel, tembaga, dan emas. Sementara itu, untuk batu bara, penyesuaian tarif royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dirancang berdasarkan jenis kontrak yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan tambang.

– Untuk kontrak IUP (Izin Usaha Pertambangan), tarif royalti akan naik 1% untuk batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200-5.200 jika Harga Batubara Acuan (HBA) ≥90 dolar AS per ton. Dengan demikian, tarif royalti untuk batu bara kalori ≤4.200 akan menjadi 9%, sementara batu bara dengan kalori >4.200–5.200 akan menjadi 11,5%.

– Pada kontrak PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara), tarif royalti juga akan naik 1%, namun Penerimaan Hasil Tambang (PHT) untuk kalori dan HBA yang sama akan turun 1%, dengan tarif baru masing-masing menjadi 4,5% dan 2%.

– Untuk kontrak IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), yang merupakan perpanjangan dari PKP2B, pemerintah akan mengubah rentang tarif royalti dan menyesuaikan tarif pajak penghasilan badan (PPh) dari 22% menjadi sesuai dengan peraturan di bidang pajak penghasilan.

Menurut analisis yang dipaparkan oleh Stockbit Snips, jika rancangan ini disahkan, perubahan tarif royalti ini berpotensi menekan kinerja emiten-produsen batu bara dengan izin IUP, seperti PT Bukit Asam ($PTBA), dan yang beroperasi dengan kontrak PKP2B, seperti Indo Tambangraya Megah ($ITMG). Hal serupa juga bisa terjadi pada emiten-produsen mineral seperti Vale Indonesia ($INCO), Trimegah Bangun Persada ($NCKL), Aneka Tambang ($ANTM), Bumi Resources Minerals ($BRMS), dan Amman Mineral Internasional ($AMMN).

“Peningkatan royalti untuk bijih tembaga dan feronikel berpotensi memberikan dampak besar,” kata analis pasar tersebut.

“Dengan Harga Mineral Acuan (HMA) tembaga yang diperkirakan mencapai 9.362 dolar AS per ton pada Maret 2025, royalti untuk bijih tembaga bisa naik hingga tiga kali lipat, dari 5% menjadi 15%. Sementara untuk feronikel, tarif royalti bisa naik 150%, dari 2% menjadi 5%,” tambahnya.

Namun, terdapat potensi positif bagi produsen batu bara yang memiliki kontrak IUPK. Penyesuaian rentang tarif PNBP diperkirakan akan meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan tersebut. Mengingat HBA pada Maret 2025 diperkirakan mencapai 128 dolar AS per ton, perusahaan-perusahaan yang beroperasi dengan kontrak IUPK, seperti Bumi Resources ($BUMI), Indika Energy ($INDY), dan Adaro Andalan Indonesia ($AADI), bisa melihat peningkatan pendapatan.

Seiring dengan rencana amandemen ini, pasar saham Indonesia pun turut menunjukkan volatilitas. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,57% pada penutupan pasar hari ini, mencapai level 6.598. Beberapa komoditas tambang, seperti batubara dan CPO, juga tercatat mengalami penurunan, masing-masing turun 1,38% dan 2,66%. Sebaliknya, nikel dan minyak menunjukkan sedikit kenaikan, masing-masing naik 1,26% dan 0,26%.

Secara keseluruhan, pasar tampak merespons dengan hati-hati terhadap potensi dampak kebijakan yang tengah dibahas ini. Sebagian pelaku pasar mengkhawatirkan tekanan terhadap kinerja emiten yang terlibat dalam produksi batu bara dan logam, sementara lainnya melihat peluang bagi perusahaan-perusahaan batu bara yang beroperasi dengan kontrak IUPK.

Konsultasi publik ini memberikan gambaran jelas tentang arah kebijakan pemerintah yang dapat memengaruhi sektor pertambangan Indonesia. Penyesuaian tarif royalti dan PNBP, jika disahkan, berpotensi meningkatkan pendapatan negara namun juga bisa membawa tantangan bagi beberapa emiten di pasar saham. Oleh karena itu, pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan ini. (Shiddiq)