
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor pertambangan terus menjadi perhatian utama, terutama di industri mineral dan batubara. Anggota Dewan Bidang Riset dan Pengembangan Kesehatan Kerja Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI), dr. Renauld Koswiranagara, menyoroti berbagai tantangan serta upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan standar keselamatan di tempat kerja.
Dalam wawancara dengan nikel.co.id, Rabu (26/2/2025) di Wisma Bidakara, Jakarta, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menekankan bahwa regulasi terkait keselamatan kerja di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah diterapkan dengan cukup baik. Namun, masih ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, termasuk aspek manusia (human factor), kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition), serta tindakan tidak aman (unsafe act) yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Ia mengapresiasi peningkatan kepedulian terhadap faktor keselamatan di industri pertambangan. Namun, ia juga menyoroti bahwa salah satu tantangan utama adalah penyakit mendadak atau acute illness yang dapat menyebabkan fatalitas di tempat kerja. Kondisi kesehatan yang tidak terpantau dengan baik dapat menjadi penyebab utama kecelakaan kerja yang berujung pada kematian.
“Pemeriksaan kesehatan tahunan harus diikuti dengan tindak lanjut yang serius agar penyakit kronis tidak berkembang menjadi kondisi akut yang berisiko fatal,” ujarnya.
Selain itu, pelatihan K3 perlu dilakukan secara rutin dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lokasi kerja. Ia menyarankan agar pelatihan dilakukan setiap minggu dengan topik khusus yang bergantian, seperti penanganan korban kecelakaan, penggunaan alat keselamatan, dan simulasi kondisi darurat.
Ajang seperti Indonesian Fire Rescue Challenge (IFRC) juga menjadi kesempatan penting bagi para pekerja untuk meningkatkan keterampilan dan berbagi pengalaman.
Dalam upaya memperkuat sistem keselamatan kerja, tim Health, Safety, and Environment (HSE) memiliki peran sentral dalam merancang dan menjalankan program K3. Namun, mereka tidak dapat bekerja sendiri.
“Kolaborasi dengan tim medis, tim operasional, serta manajemen perusahaan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman”, tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya implementasi regulasi secara lebih ketat untuk mengurangi angka kecelakaan kerja. Meski sudah ada aturan dan sanksi yang berlaku, penerapan di lapangan masih menjadi tantangan.
“Kesadaran semua pihak harus ditingkatkan, mulai dari pemerintah, perusahaan, hingga pekerja di lapangan. Tidak boleh ada toleransi terhadap kondisi kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan,” tegasnya sekaligus menanggapi kecelakaan kerja di IMIP baru-baru ini. (Aninda)