Beranda Berita Nasional Komisi XII Pertanyakan Baleg DPR RI Ajukan Revisi UU Minerba

Komisi XII Pertanyakan Baleg DPR RI Ajukan Revisi UU Minerba

1306
0
Rapat Pleno RUU Minerba Nomor 4 Tahun 2025 oleh Baleg DPR, Gedung Senayan, Senin (20/1/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menggelar rapat pleno secara tiba-tiba membahas perubahan atau revisi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Rapat dimaksudkan untuk memfokuskan pembahasan pada revisi UU terkait dengan penyesuaian ketentuan hukum serta implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan perubahan dalam sejumlah pasal penting.

Sejumlah anggota Baleg menyampaikan pandangannya terkait urgensi revisi ini, yang diharapkan bisa memberikan kepastian hukum dan menjamin keberlanjutan industri pertambangan yang lebih baik. Beberapa anggota DPR, termasuk dari Komisi XII dari Fraksi PDIP, Putra Nababan menyoroti pentingnya menjaga marwah Baleg dalam proses legislasi.

“Saya tidak masuk ke substansi dulu karena menjadi tugas saya sebagai ketua Baleg untuk kita bersama-sama menjaga marwah Baleg ini. Saya mempertanyakan soal naskah akademik, yang seharusnya menjadi landasan kuat bagi pembentukan UU ini,” ungkap Putra Nababan, dalam rapat pleno tersebut yang ditayangkan YouTube DPR RI, Senin (20/1/2025).

Putra mengkritik, naskah akademik yang dikirimkan hanya 30 menit sebelum rapat, dengan panjang 78 halaman yang membuatnya sulit untuk dibaca secara menyeluruh. Menurutnya, ini berpotensi mempengaruhi kualitas keputusan yang akan diambil oleh DPR.

“Ini termasuk tanggung jawab saya kepada konstituen dan masyarakat,” tambahnya.

Sementara Evita Nursanty, juga dari Komisi Xll Fraksi PDIP, menekankan pentingnya waktu yang cukup untuk pendalaman materi revisi UU Minerba. Menurutnya, meskipun semua fraksi sepakat untuk merevisi UU ini, prosesnya harus dilalui dengan cermat.

“Tadi disampaikan bahwa revisi ini berdasarkan putusan MK, namun beberapa materi baru baru saja diterima, sehingga perlu waktu untuk pendalaman agar keputusan yang diambil benar-benar untuk kepentingan nasional,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Komisi Xll DPR-RI, Benny K. Harman, dari Fraksi Demokrat, menegaskan bahwa deliberasi yang lebih mendalam sangat penting.

“Naskah akademik harus dibaca dan dipahami terlebih dahulu agar kita tahu mengapa RUU ini perlu diajukan. Jika tidak ada pemahaman yang jelas, proses deliberasi bisa terganggu,” ujarnya, menyoroti pentingnya dasar hukum yang kuat dalam setiap perubahan yang diusulkan.

Selain itu, Komisi Xll DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, dari Fraksi Partai NasDem, juga menyampaikan kekhawatirannya terkait perubahan substansi dalam revisi ini. Menurutnya, pembahasan harus diawali dengan pemahaman yang jelas tentang UU mana yang akan diubah dan yang tidak.

“Kami mendukung pemerintahan, namun kami tidak ingin revisi ini menambah permasalahan baru di kemudian hari, seperti yang sudah terjadi sebelumnya di Mahkamah Konstitusi,” tegas Umbu.

Sementara itu, Tim Ahli Baleg yang mempresentasikan rancangan perubahan UU Minerba, menyampaikan bahwa revisi ini mencakup beberapa poin penting. Salah satunya adalah penyesuaian terhadap amanah UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekayaan alam Indonesia harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Ada penyesuaian di beberapa pasal, termasuk pemberian prioritas izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan yang menjalankan fungsi ekonomi,” jelas Tim Ahli.

Selain itu, beberapa pasal penting yang akan diperbaharui adalah Pasal 17A, Pasal 22A, dan Pasal 51, yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang dan pengelolaan izin usaha pertambangan. Ada juga penyesuaian pada pasal-pasal yang mengatur tentang hilirisasi mineral dan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan.

Meskipun proses revisi ini belum mencapai kesepakatan akhir, rapat Baleg ini menunjukkan bahwa pembahasan UU Minerba yang telah banyak kali diuji di Mahkamah Konstitusi ini akan melibatkan banyak pertimbangan mendalam, dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak. Anggota DPR menggarisbawahi pentingnya waktu yang cukup untuk pendalaman substansi, agar setiap perubahan yang dihasilkan nantinya dapat membawa dampak positif bagi kemajuan sektor pertambangan Indonesia dan kesejahteraan rakyat. (Shiddiq)