
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengundang Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan asosiasi lain untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan tata kelola sektor minerba, di Gedung M. Sadli I, Lantai 5, Kantor Ditjen Minerba, Jln. Prof. Dr. Soepomo, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2024).
Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba, Tri Winarno, yang membuka acara tersebut, mengatakan, pentingnya memperbaiki kekurangan dan meningkatka citra sektor pertambangan minerba.
“Kami mencoba memperbaiki apa yang perlu diperbaiki, termasuk citra,” ujar Tri Winarno.

Tri mengisahkan pengalamannya saat reuni SMA di Yogyakarta. Teman-temanya menanyakan rupa uang Rp300 triliun itu seperti apa. Keingintahuan rekan-rekan “putih abu-abu” karena dirinya adalah Dirjen Minerba KESDM, yang pada 2023 menyumbang Rp172,96 triliun untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kalau dibayangkan uang Rp300 triliun sangat bermanfaat digunakan untuk biaya pendidikan masyarakat. Dan, kalau dibagi rata setiap kota dan kecamatan, maka pendapatan rakyat bisa mencapai Rp20 juta-Rp30 juta per bulan!” ungkapnya.
Menurutnya, sektor pertambangan sebetulnya menyumbang tidak banyak. Katakanlah 10% dari total produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) Indonesia. Berarti, total dari sektor pertambangan hanya sekitar Rp2.000 triliun. Namun demikian, kalau itu dibagi seluruhnya, ongkos operasi tidak ada, sehingga pendapatan untuk seluruh rakyat Indonesia sekitar Rp20 juta per bulan.
Oleh sebab itu, ia menegaskan, sektor pertambangan minerba itu penting karena mampu menghasilkan pendapatan negara ratusan hingga ribuan triliun rupiah, sehingga diperlukan tata kelola yang baik untuk meningkatkan pendapatan yang lebih besar lagi. Namun, seiring dengan itu, diperlukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan yang lebih baik lagi.
“Kami mencoba mengetahui bisnis dan proses mana yang mesti kita perbaiki,” tegasnya.
Selain itu, katanya melanjutkan, Ditjen Minerba telah merancang pembentukan tim untuk membantu perbaikan di sektor minerba agar berjalan lebih mudah, lancar, dan tepat. Tim tersebut terdiri dari Rosiana Silalahi (pakar media), Prof. Dr. Tri Hayati, S.H., M.H. (pakar hukum), Jeffery Mulyono (pakar pertambangan), Chandra Marta Hamzah, S.H. (pakar anti korupsi), Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. (pakar humas), Prof. Dr. Eko Prasojo (pakar administrasi dan tata negara), Dr. Imam Budidarmawan Prasodjo (pakar sosial), serta organisasi profesi, seperti APNI, IMA, Perhapi, IAGI, APBI, dan Aspindo.
Menanggapi hal di atas, Ketua Umum APNI, Komjen Pol. (Purn.) Drs. Nanan Soekarna, menyatakan dukungannya untuk agenda acara ini yang bertujuan untuk memberikan saran, kritik, masukan untuk perbaikan tata kelola sektor pertambangan minerba.
“Kita harus cari akar masalahnya lebih dulu, baru kita bisa berdiskusi,” kata Nanan.
Menurutnya, dari pengalaman yang ada, mulai dari kegiatan seminar, diskusi, pelatihan dan kunjungan ke lapangan memang selalu ada masalah yang terjadi di sektor pertambangan minerba. Namun, terkait segala masalah teknis pada umumnya dapat ditangani.
“Tetapi, begitu kita masuk ke masalah non teknis, jarang yang bicara. Justru, masalah non teknis inilah yang menjadi risiko tadi karena kurangnya komitmen,” ujarnya.
Sistem bisa lancar dan semua bisa lancar, tetapi, menurut Wakapolri periode 2011-2013 ini, belum tentu di lapangan berjalan lancar karena semua terkait dengan tidak adanya komitmen.
“Di sini saya dari APNI, komitmen non konspiratif. Justru konspirasi inilah yang melahirkan kolusi, korupsi, dan nepotisme,” tuturnya.
Ia menegaskan, komitmen bersama dan tidak melakukan konspirasi adalah sebuah solusi untuk memperbaiki tata kelola pertambangan minerba.

Pada kesempatan itu, Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan saran untuk perbaikan tata kelola pertambangan minerba. Ia berharap, asosiasi-asosiasi mempersiapkan masukan secara tertulis sehingga pada saat bertemu kembali bisa langsung memberikan masukan.
“Kadang-kadang membuat dokumen itu susah, tetapi kalau APNI, IMA, APBI, Perhapi, dan Aspindo sudah membuat secara tertulis kalau waktunya tidak cukup, maka semua masukan bisa masuk di draf dulu,” pungkas Meidy. (Shiddiq)