NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Vll DPR RI Sugeng Suparwoto, mengatakan, kebijakan pemerintah terhadap pengembangan kendaraan listrik harus melalui tahapan sehingga tidak mematikan industri kendaraan konvensional secara keseluruhan.
Hal ini dia sampaikan menanggapi kekacauan hingga penutupan pabrik mobil konvensioanl dan produsen suku cadang lokal yang terjadi di negara Thailand akibat subsidi besar-besaran yang dilakukan pemerintah Thailand terhadap industri kendaraan listrik mereka.
“Sejak awal Komisi Vll DPR RI mengatakan bahwa mobil listrik itu penting karena dua faktor yakni menekan emisi dan menekan konsumsi BBM. Akan tetapi kita sudah ingatkan, harus melalui proses yang ada tahapannya,” Kata Sugeng sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, Rabu (14/8/2024).
Menurutnya, saat itu Komisi Vll menekankan untuk transisi kendaraan konvensional kepada kendaraan ramah lingkungan harus melalui kendaraan hybrid terlebih dahulu dengan memberikan insentif berupa subsidi maupun keringanan pajak. Kendaraan hybrid ini dinilai telah memenuhi dua aspek yang diharapakan yaitu menekan konsumsi BBM dan emisi.
“Sehingga dari itu, kita lantas masuk kepada kendaraan listrik yang murni agar kebijakan itu jangan melompat karena dengan hybrid yang kita support maka industri-industri otomotif konvensional itu akan tetap terus menjalankan peran dan fungsinya bahkan mengembangkan teknologi dan lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, pada ABPN tahun 2024 ini disinggung mengenai insentif subsidi untuk kendaraan listrik itu jangan ditujukan untuk kendaraan pribadi tetapi lebih diutamakan untuk kendaraan umum. Hal ini supaya ekonomi per kapita dinikmati lebih luas oleh masyarakat dari subsidi tersebut. Contohnya, penerapan kendaraan listrik untuk kendaraan umum di DKI Jakarta, seperti bus-bus listrik untuk TransJakarta.
“Untuk kendaraan motor/mobil listrik pribadi harus melalui tahapan yang tidak membuat kaget industri otomotif itu sendiri. Jadi apa yang terjadi di Thailand, saya kira harus kita mitigasi dan cermati agar tidak menimpa kita,” jelasnya.
Ia juga menuturkan, Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa dalam mengembangkan otomotif kendaraan listrik karena memiliki material mentah yang cukup seperti nikel. Seperti diketahui nikel adalah komponen terbesar dari baterai hingga 70% meskipun tidak memiliki lithium dan cobalt tapi memiliki tembaga, timah.
“Dimana kedepan, ujung dari segala ujung tentang energi termasuk otomotif adalah energy storage atau baterai,” tuturnya.
Sugeng memaparkan, transisi energi ini adalah solusi masalah mulai dari masalah minyak bumi atau BBM yang terus melakukan lifting tapi volumnenya turun dan konsumsi terus meningkat. Indonesia saat ini mengimpor BBM sebesar 800.000 barrel per hari sedangkan kemampuan lifting hanya 600.000 barrel per hari dan konsumsi per hari sebesar 1,4 juta barrel per hari.
Selain itu, Indonesia memang mempunyai batu bara tetapi rata-rata harganya rendah namun bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik sehingga harga listrik relatif murah karena ada dua kebijakan yaitu Domestic Market Obligation(DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
“Itulah yang kita kembangkan dalam rangka melaksanakan UU Pasal 33, Bumi Air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesear-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” paparnya.
Tetapi, menurutnya pemenuhan energi yang terus tumbuh memerlukan energi yang lebih dan harus energi bersih dalam rangka melaksanakan kewajiban net zero emission (NZE). Sementara sektor yang besar penyumbang emisi adalah transportasi, industri, hingga rumah tangga.
“Tetapi harus diperhatikan juga bahwa industri harus tetap hidup dengan memberikan insentif sekaligus kita merancang bangun kehidupan ke depan sesuai NZE,” pungkasnya. (Shiddiq)