NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan RI atau The Commodity, Futures Trading Authority (CoFTRA), Dr. Ir. Kasan, M.M., memberikan apresiasi atas penyelenggaraan ASEAN Tin Industry Conference 2024 yang bersamaan dengan Indonesia Critical Mineral Conference 2024, di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, 11-13 Juni 2024, yang diselenggarakan oleh Shanghai Metals Market (SMM) bekerja sama dengan Asosisasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).
“Pertama, regulasi timah berkaitan dengan kewajiban bursa untuk ekspor. Kami ingin mendorong bahwa semakin penting bursa timah supaya lebih dikenal. Dan, salah satu yang menjadi tujuan pemerintah tentu referensi harga (price reference). Dulu kan latar belakangnya adalah menghilangkan beberapa isu yang berkaitan dengan ilegal dan sebagainya,” kata Kasan kepada nikel.co.id usai menyampaikan materi berjudul “Prospects for Indonesian Tin Industry Policy”, pada konferensi tersebut, Kamis (13/6-2024).
Kedua, katanya melanjutkan, dari sisi pemerintah, saat ini perusahaan timah juga sudah ada yang operasionalnya menggunakan sistem resi gudang (SRG) yang juga menjadi program pemerintah. Ekspor timah tidak selalu langsung pada saat yang sama terjadinya transaksi, tetapi ada jeda, bisa seminggu atau sebulan. Begitu masuk ke gudang , maka ada resinya. Makanya ada kliring, ada banknya, ada gudangnya, ada pengelola gudangnya, dan ada resinya. Pengelola gudang salah satunya ada yang BUMN, yang bisnisnya bergeliat kembali. Resi gudang ini nilainya cukup signifikan.
“Dengan adanya konferensi ini mudah-mudahan dari pihak buyer terutama atau seller juga nanti akan meningkatkan likuiditas bursa timah kita. Di samping itu, ya tadi itu pasti kalau timahnya masuk gudang sementara, entah seminggu atau dua minggu, yang saya tahu pasti mendorong transaksi SRG. Itu dua hal pentingnya konferensi ini,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap para pelaku bursa di ICDX supaya terus secara reguler, kalau perlu ekspansi, menyelenggarakan event seperti ini ke negara-negara buyer, seperti China dan India. Hal tersebut perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa produk kita sudah sangat baik, pricing-nya juga transparan. Dan, hal yang terpenting, pemerintah sangat men-support kegiatan industri ini.
Selain hal-hal di atas, lulusan 1990 dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan, memperkuat pasar domestik tentu sejalan dengan program besar pemerintah, yaitu mendorong hilirisasi.
“Hilirisasi ini kan harus ditopang oleh berkembangnya industri yang mengolah lebih lanjut. Tetapi, jangan lupa, timah juga sudah resmi masuk kategori komoditas yang menerapkan SRG (sistem resi gudang), maka akan lebih berkembang lagi,” ungkapnya.
Menurutnya, sekarang timah baru berupa batangan, kalau sudah berkembang produk-produk akhirnya tentu resi gudang yang berkembang sekarang di domestik jauh akan lebih besar manakala sudah bergerak industri hilirnya. Karena, timah pasti jadi bahan baku atau industri hilirnya berkembang, misalnya ke komponen elektronik atau komponen otomotif, otomatis akan memerlukan penyimpanan juga. Jadi, mudah-mudahan ini pola resi gudang ini akan mendukung itu.
Hambatan
Kasan menyatakan, saat ini hambatan untuk pertambangan timah, kalau dari sisi hilir, di trading-nya dipengaruhi, kesatu, oleh perkembangan harga tergantung pada kondisi pasar, buyer-nya. Kedua, dari sisi suplai, kalau bergerak dua-duanya, maka kita yang di hilir ini kita tinggal bagaimana menyampaikan, menginformasikan, mendiseminasilah bahwa keberadaan bursa timah ini sangat memberikan manfaat. Manfaatnya tadi, yakni price reference, perkembangan daerah sentra produksi, lalu supporting business-nya, finansial, dan perbankan. (Rusdi Djana)