Beranda Berita Nasional CEO IMIP: Arah Pertambangan Nikel Diharapkan Menuju Industrialisasi

CEO IMIP: Arah Pertambangan Nikel Diharapkan Menuju Industrialisasi

4685
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, mengungkapkan, arah industri pertambangan nikel dan smelter di bahwa kepemimpinan presiden yang baru adalah menuju proses industrialisasi.

“Tambang ini berlanjut ke proses industrialisasi. Saya kira itu yang dibicarakan,” ungkap Alex dalam acara Mining Zone CNBC pada Minggu, 18 Februari 2024 kemarin.

Menurutnya, hal pertama yang menjadi fokus pengelolahan adalah bijih tambang, baik di tambang batu bara, nikel maupun timah karena berdasarkan pengalamannya pola mekanisme pengolahan tambang semuanya sama.

“Harapan penambang itu satu, izin-izin di kita itu dipercepat dan diperbaiki terutama saat Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), itu banyak halangan. Karena, RKAB itu adalah tiket untuk menjual atau memproduksi,” ujarnya.

Hal yang kedua, katanya menambahkan, di sektor pertambangan nikel ada dua izin yang harus diperbaiki bersama presiden baru yang terpilih. Semisal di smelter, perusahaan smelter yang tidak mempunyai tambang ketika membangun smelter harus mempunyai izin dan proses perizinannya berada di Kementerian Perindustrian yang disebut Izin Usaha Industri (IUI).

“Kalau punya tambang maka izinnya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang disebut Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, para investor selama ini hanya mengetahui bahwa ini adalah negara Republik Indonesia sehingga harusnya perizinan berada pada satu pintu. Jadi, para investor tidak pergi bolak-balik ke beberapa lokasi untuk mengurus seperti pengujian kadar ore nikel dan harusnya untuk pengujian itu berada di satu tempat.

Alex memaparkan, yang tidak kalah penting adalah penghitungan secara optimum resources (sumber daya alam) nikel. Jangan selalu mengatakan bahwa cadangan nikel Indonesia berlimpah  meskipun memang Indonesia memiliki cadangan nikel sekitar 18 miliar metrik ton, cadangan terkira 5 miliar metrik ton dan cadangan terbukti sebesar 1,5 miliar metrik ton.

Namun kalau setiap tahun di gali sekitar 150 juta metrik ton dan bila terus di gali dalam sepuluh tahun maka sumber daya nikel cadangan terbukti akan habis, sedangkan industri nikel harus terus berlanjut. Sehingga penggunaan sumber daya nikel harus dihitung secara tepat terutama pada pabrik pengolahan smelter. Untuk smelter pengolahan saja ada dua, yaitu limonite dan saprolite. Saprolite digunakan untuk pembuatan stainless stell.

Smelter nikel saprolite selama ini banyak menggunakan kebutuhan bijih nikel dan pabriknya juga sudah cukup dan diharapkan untuk smelter saprolite untuk di setop pembangunan pabrik yang baru karena sudah terlalu banyak.

“Biar kita bisa sustain resources kita. Jadi dalam pembangunan ini mesti bertahap, berjenjang dan berkelanjutan, ini mesti kita pegang. Untuk limonite sebagai bahan baku katode, baterai Indonesia memang mempunyai sumber daya nikel yang sangat besar,” paparnya.

Selain itu, dia menjelaskan, untuk menggerakkan pabrik baterai di Indonesia yang berbasis nikel, karena saat ini bukan saja nikel, tapi ada yang menggunakan lithium ferofosphat, lithium nikel, sodium nikel, yang baterai ini ada tiga komponen, yaitu katode dan katode ini bisa dari nikel, fero, dan alumunium sedangkan elektrolit ada lithium, dan sodium.

“Ini mesti pemerintah dan BRIN melakukan penelitian yang solid untuk bisa mengganti lithium. Itu yang penting karena itu kita tidak punya,” jelasnya.

Ia meminta, proses hilirisasi yang sudah berjalan dilanjutkan secara serius ke proses industrialisasi. Jadi mengolah bahan mentah hingga menjadi produk jadi. Pemerintah juga sudah memberikan insentif dan insentif ini terbagi dua yaitu yang berbentuk financial atau moneter dan research atau penelitin untuk pengembangan teknologi.

Selanjutnya, Indonesia harus menjadi penentu keseimbangan nilai harga nikel karena Indonesia adalah produsen terbesar nikel dunia. Jangan lagi harga nikel dunia ditentukan oleh lembaga negara lain dan seharusnya Indonesia yang menentukan harga nikel di dunia.

Terakhir, Alex berharap, bank dalam negeri dapat mendukung para pengusaha dalam negeri untuk modal dan investasinya di sektor pertambangan terutama nikel. Sehingga Indonesia tidak lagi kebanjiran investor asing.

Pemerintahan yang baru nanti dipersilahkan untuk mendorong perbankan Indonesia untuk memberikan dukungan penuh agar sektor pertambangan Indonesia bisa mengelola tambang sendiri dengan investor-investor dari domestik sehingga tidak lagi memanggil investor asing.

“Kita punya uang sebetulnya, bisa membangun tahap proses industrialisasi hasil tambang dengan investor dari Republik Indonesia dengan dukungan keuangan dari Indonesia,” pungkasnya. (Shiddiq)