Beranda Berita Nasional Januari 2024, Harga Nikel Turun Terus

Januari 2024, Harga Nikel Turun Terus

13407
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harga nikel bulan Januari 2024 menyusut sebesar US$16.368,88 dry metrik ton (dmt) dibandingkan Desember 2023 yang berada di level US$17.653,33 dmt, menyusut sebesar US$1.284,45 per metrik ton yang di rilis oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

APNI juga mengeluarkan rilis Indonesia Nickel Price Index (INPI) pada 12 Februari 2024 untuk komoditas nickel ore dengan transaksi CIF kandungan 1,2% yang berada di kisaran US$19,4 – US$22,4 per metrik ton, nickel ore transaksi CIF kandungan 1,6% berada di kisaran US$32,6 – US$34,6 per metrik ton dan nickel pig iron (NPI) transaksi FOB berada di kisaran US$112,7 – US$112,7 per metrik ton.

Mengutip data Trading Economics, harga nikel di pasar global per Rabu (14/02/2024) tercatat berada di level US$ 16.090 per ton. Untuk mingguan, harga nikel masih naik 2,14% dan secara bulanan naik tipis 0,80%. Namun bila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, harga nikel masih turun 37,90%.

Tampaknya penurunan harga nikel terus  terjadi hingga hari Rabu kemarin. Penurunan harga ditengarai lantaran terjadinya oversupplly di negara produsen nikel terbesar di dunia, yakni Indonesia. Seperti diketahui bahwa harga nikel selama ini terus mengalami trend penurunan selama beberapa tahun terakhir.

Sekretaris Umum (Sekum) APNI, Meidy Katrin Lengkey, membenarkan, harga nikel yang saat ini terus mengalami penurunan bahkan terjun bebas sepanjang 2023 hingga 2024 dan sempat menyentuh level terendah sejak April 2022.

Menurutnya, turunnya harga nikel salah satunya karena oversuplly pasokan nikel dari Indonesia yang membanjri pasar global. “Bahkan beberapa produsen Australia sampai menutup sementara tambang mereka karena penurunan harga nikel yang berkepanjangan,” sebut Meidy sapaan akrabnya.

Dia menjelaskan, penurunan harga nikel sejak April 2022 – Januari 2024 terus anjlok ke bawah bukan ke atas dan harapan para pengusaha tambang  harga nikel kedepan bisa sama dengan tahun lalu sebesar US$20.000 per ton atau US$80.000 per ton.

“Betul banget, sepanjang tahun kemarin sampai hari ini menembus di harga US$16.000 per ton,” jelasnya.

Menurut pemberitaan, anljoknya harga di pasar selama ini disebabkan buruknya kinerja nikel yang membuat kondisi pasokan yang lebih tinggi dibandingkan permintaan. Diperkirakan harga nikel akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan laporannya terhadap nilai ekspor nikel Indonesia Januari 2024 tercatat US$496,96 juta. Nilai harga ini menyusut di kisaran 4,7% dibandingkan nilai ekspor nikel Desember 2023 yang mencapai US$521,8 juta.

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan, volume ekspor nikel Indonesia ke luar negeri merosot menjadi 123,17 ribu ton Januari 2024, dibandingkan volume ekspor Desember 2023 sebesar 126 juta ton.

“Ekspor nikel dan barang darinya masuk dalam kelompok HS 75. Volume ekspor Januari 123,17 ribu ton, dengan nilai ekspor US$496,96 juta. Share (porsi) nilai ekspor nikel terhadap ekspor non-migas Januari tercatat 2,6%,” kata Amalia saat konferensi Pers Kinerja Ekspor Impor Januari 2024, Kamis (15/2/2024).

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia  (Ketum Perhapi), Rizal kasli, menyikapi penutupan tambang-tambang di luar negeri akibat anjloknya nilai harga nikel sampai sejauh ini belum ada pengaruhnya bagi pasar nikel.

“Artinya ini kita akan pantau terus kalau dalam waktu yang lama itu tentu saja akan ada pengaruhnya, karena  akan mempengaruhi suplly dan demand,” kata Rizal dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (12/2/2024).

Menurutnya, di Indonesia sendiri jika berlangsung dalam jangka pendek 3 – 4 tahun ke depan masih belum ada indikasi adanya penutupan tambang nikel.

“Karena memang biaya produksi di sana lebih rendah dibanding dengan negara lain,” ujarnya.

Dia memaparkan, Indonesia tahun 2023 merupakan suplier yang menyuplai nikel global sebesar 57%. Hal ini sangat dominan karena banyaknya smelter ataupun tambang yang buka di Indonesia.

“Itu akan membanjiri pasar nikel global juga dan ini yang di khawatirkan bisa menyebabkan penurunan harga nikel,” paparnya. (Shiddiq)