Beranda Berita International Tiongkok Lebih Tertarik Berinvestasi Industri Baja di Indonesia, Ini Aspeknya

Tiongkok Lebih Tertarik Berinvestasi Industri Baja di Indonesia, Ini Aspeknya

439
0

NIKEL.CO.ID, 6 JUNI 2023–Senior Director Consulting & Research Shanghai Metals Market (SMM), Bai Fan mengatakan, dari perspektif sumber daya, kualitas, dan perlindungan lingkungan, lebih menguntungkan berinvestasi di industri baja tahan karat di Indonesia.

Bai Fan memperkirakan, dalam lima tahun ke depan, baja tahan karat dan baterai energi baru akan tetap menjadi sektor hilir utama konsumsi nikel global, namun tingkat pertumbuhan historisnya tidak akan berkelanjutan.

Sebagai bahan baku penting dalam baterai, nikel banyak digunakan dalam kendaraan listrik, baterai penyimpanan energi, dan bidang lainnya. Karena pesatnya perkembangan industri energi baru, potensi permintaan nikel di bidang baterai sangat besar. 

“Dengan bertambahnya jumlah baterai daya dan kandungan nikel dari satu baterai daya, maka nikel yang digunakan dalam baterai daya akan tumbuh pesat dalam lima tahun ke depan dan menjadi pendorong utama konsumsi nikel dalam baterai,” kata Bai Fan saat menyampaikan materi di 2023 Indonesia International Nickel and Cobalt Industry Chain Summit di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Tiongkok daratan, sebagai wilayah dengan produksi baja nirkarat tertinggi di dunia, memproduksi 32,39 juta metric ton (mt) baja nirkarat pada tahun 2022. Sementara di Indonesia, industri baja nirkarat berkembang pesat karena keunggulan biaya dan sumber daya, serta masih memiliki potensi pengembangan yang besar di masa depan.

Menyinggung produk olahan bijih nikel seperti NPI, disampaikan Bai Fan, sebelum tahun 2020, kapasitas NPI dialihkan dari China ke Indonesia, sehingga pangsa pasar China berangsur-angsur menyusut. Dari tahun 2020 hingga 2024, kapasitas NPI Indonesia menunjukkan ekspansi yang eksplosif, menyebabkan kapasitas NPI bergeser menjadi surplus dari tahun 2022, sedangkan pasokan FeNi relatif stabil. 

“Sektor hilir FeNi sebagian besar adalah baja tahan karat, paduan, dan pengecoran. FeNi akan menekan pangsa pasar nikel murni dalam stainless steel dan selanjutnya akan tergerus oleh NPI,” ungkapnya. 

Menurut statistik SMM, produksi bijih nikel sulfida China sekitar 80.000 mt kandungan logam pada 2021, dan total impor bijih nikel sekitar 430.000 mt kandungan logam. Impor bijih nikel laterit memiliki kandungan logam 340.000 mt dan impor bijih nikel sulfida memiliki kandungan logam 90.000 mt, mencerminkan ketergantungan yang tinggi pada impor. 

Untuk bijih nikel laterit, Cina tidak hanya memiliki cadangan kecil dan berkadar rendah, tetapi juga memiliki biaya penambangan yang tinggi, yang membuat Cina tidak kompetitif dalam penambangan bijih nikel laterit. 

Bijih nikel laterit merupakan bahan baku utama NPI, sedangkan yang terakhir merupakan bahan baku penting dalam produksi baja tahan karat. Sebagai produsen utama baja nirkarat, China perlu mengimpor bijih nikel laterit dalam jumlah besar setiap tahun untuk mengembangkan industri baja nirkaratnya.

“NPI adalah bahan baku utama untuk produksi baja tahan karat. Dibandingkan dengan perusahaan Indonesia, perusahaan China jelas memiliki kelemahan dalam biaya produksi NPI,” ujarnya. 

Bai Fan mengutarakan, perusahaan Cina mengimpor bijih nikel terutama dari Filipina, yang bijih nikelnya berkadar lebih rendah dan lebih mahal daripada bijih Indonesia. Akibatnya, biaya bahan baku perusahaan NPI China lebih tinggi dibandingkan pesaingnya di Indonesia. Karena pasar NPI diperkirakan akan mempertahankan kelebihan pasokan di masa mendatang, daya saing perusahaan baja nirkarat kecil dengan biaya tinggi di China akan semakin melemah. Untuk mencari perkembangan yang lebih baik, perusahaan China mencari peluang untuk “mendunia”.

Bai Fan mengakui, dalam hal cadangan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya mineral terkaya di dunia, dan sumber daya bijih nikelnya menempati urutan pertama di dunia. Pada 2021, cadangan bijih nikel di Indonesia sebesar 25,4 juta mt kandungan logam. Cadangan bijih nikel Filipina pada tahun 2021 hanya 4,04 juta mt dalam kandungan logam, yang hanya seperenam dari Indonesia.

“Indonesia kaya akan sumber daya bijih nikel kadar tinggi, dan kadar bijih nikel laterit jauh lebih tinggi daripada Filipina. Kadar bijih nikel di Filipina sebagian besar antara 0,8 persen dan 1,4 persen,” imbuhnya. 

Aspek lain, disampaikan Bai Fan, Indonesia adalah negara penting dari “Jalur Sutera Maritim Abad 21” di bawah inisiatif “Belt and Road” China. Sebelum 2010, perusahaan tambang China mulai masuk ke Indonesia untuk melakukan eksplorasi bijih nikel laterit dan investasi pertambangan.

Ia juga mengungkapkan, kebijakan perlindungan lingkungan Indonesia kurang ketat, sehingga lebih cocok bagi perusahaan untuk membangun pabrik secara lokal. Kebijakan perlindungan lingkungan yang ketat di Filipina menyebabkan biaya perlindungan lingkungan yang tinggi dalam proses produksi perusahaan. (Syarif)

Artikulli paraprakInggris Bersiap Gelontorkan US$ 9 Miliar untuk Proyek Tambang di Papua
Artikulli tjetërRamalan Devisit Cadangan Nikel Saprolit dan Urgensi Moratorium Smelter Saprolit