NIKEL.CO.ID, 21 Oktober 2022 – Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bachtiar mengakui bahwa larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah telah meningkatkan pendapatan negara dari program hilirisasi nikel menjadi produk turunan. Namun, peningkatan itu dinilai belum maksimal sehingga harus lebih dikencangkan lagi.
“Pertama bahwa kebijakan hilirisasi peningkatan nilai tambah nikel dengan kewajiban untuk melakukan pengelolaan dan pemurnian di lokasi memang betul secara faktual telah mampu meningkatkan pendapatan bagi negara, maupun bagi industri nikel. Berarti ini harus ditingkatkan lebih kencang lagi,” kata Bachtiar kepada nikel.co.id ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (20/10/2022) kemarin.
Menurut Bachtiar, dalam peningkatan nilai tambah nikel diperlukan teknologi yang baik dan tepat untuk mengelola biji nikel menjadi olahan produk yang bernilai tinggi. Sehingga pemerintah harus mampu menyediakan teknologi tersebut.
“Yang pertama penggunaan teknologi yang harus lebih bagus,” saran Pengamat Energi dan Tambang tersebut.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa terkait produk hilir yang melakukan usaha pemurnian hingga menjadi produk komoditi nikel yang bernilai tambah oleh perusahaan smelter saat ini rata-rata baru tahapan feronikel. Belum dilakukan secara maksimal menjadi produk jadi, seperti stainless steel atau barang jadi turunan lainnya.
“Oleh karena itu, harus sampai ke industri akhir, agar nikel itu betul-betul nanti mampu memberi nilai tambah,” ujarnya.
Bachtiar melanjutkan, untuk meningkatkan pendapatan negara yang lebih maksimal, maka harus diperkuat dengan kemampuan transformasi teknologi. Indonesia harus memiliki teknologi buatan sendiri karena selama ini teknologi pertambangan maupun industri nikel masih menggunakan teknologi dari luar negeri.
“Peningkatan itu harus dibarengi dengan kemampuan Indonesia untuk menyerap teknologi karena sampai hari ini, hilirisasi itu, smelter-smelter masih banyak menggunakan teknologi-teknologi asing,” lanjutnya.
Oleh karena itu, menurutnya peningkatan nilai tambah olahan produk nikel itu akan lebih maksimal jika teknologi itu nanti dipadukan (mixing) dengan teknologi dalam negeri yang diciptakan oleh Indonesia.
Kemudian, Bachtiar menegaskan bahwa teknologi perlu dimaksimalkan dan dipergunakan secara optimal. Selain itu juga penggunaan dan pemanfaatan tenaga kerja lokal harus diprioritaskan.
“Jika beberapa aspek itu nanti bisa dilakukan secara maksimal, peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan nikel akan jauh lebih maksimal,” tegasnya.
Dirinya mengungkap bahwa sampai saat ini hilirisasi nikel memang telah memberikan peningkatan nilai tambah dari produk turunannya. Namun, sekali lagi dia menekankan bahwa peningkatan itu harus lebih dikencangkan lagi oleh pemerintah sehingga peningkatan nilai tambah produk turunan nikel itu mampu dihasilkan secara optimal.
“Peningkatan nilai program hilirisasi nikel yang sudah dikeluarkan pemerintah, pertama pemerintah harus konsisten dengan kebijakan ini. Konsisten itu artinya jangan diubah-ubah,” ungkapnya.
Bachtiar menjelaskan bahwa peran pemerintah sangat penting untuk keberhasilan pencapaian hilirisasi industri nikel diantaranya jaminan kepastian hukum.
“Kepastian hukum itu adalah pertama undang-undang yang baik. Kedua, peraturan turunan yang juga baik. Baik itu artinya betul-betul mampu menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang menjamin investasi. Ketiga, kepastian hukum yang menjamin bahwa manfaat dan peningkatan nilai tambah nikel itu nanti akan dirasakan oleh masyarakat. Itulah sebenarnya PR besar pemerintah agar industri nikel ini maju dan berkembang di Tanah Air,” pungkasnya. (Shiddiq)