NIKEL.CO.ID, 3 Agustus 2022-Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengatakan, banyak efek domino jika resources nikel mampu diolah oleh pabrik di dalam negeri. Apa saja?
Pemerintah Indonesia sedang gencar membangun industri hilir pengolahan nikel, baik untuk bahan baku baja tahan karat hingga baterai listrik.
Menurut Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, program pembangunan sektor hilir sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang telah dilakukan perubahan di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan payung hukum itu pemerintah mengharuskan seluruh bahan baku mineral Indonesia di olah di dalam negeri untuk memberikan nilai tambah. Aktivitas ekspor pun harus berbentuk produk setengah atau sudah jadi.
“Dengan adanya aturan yang berlaku di tahun 2009, kemudian ditambah lagi dengan aturan di 2020, akhirnya begitu masif perusahaan-perusahaan luar masuk di Indonesia. Mereka mengolah sumber daya alam (SDA) Indonesia,” kata Meidy Katrin Lengkey ketika diminta pandangan tentang ‘Cerita Hilirisasi Nikel dan Praktiknya’ oleh Peneliti Auriga Nusantara, Sadam Alfian Richwanudin, Senin (1/8/2022).
Meidy Katrin Lengkey menjelaskan, pengolahan nikel di Indonesia mendukung program green energy yang sudah disepakati di Paris Agreement, karena lapisan ozon semakin menipis. Sehingga seluruh negera berupaya untuk mencari bahan baku ke green energy, salah satunya yang sedang booming saat ini adalah untuk produk baterai listrik.
“Saat ini unsur utama bahan baku baterai listrik adalah dari nikel. Walaupun sebenarnya baterai itu sendiri masih banyak menggunakan bahan baku dari LFP (Lithium Ferro, Phosphate). Sekarang ini sedang dikembangkan berbahan baku unsur nikel, yaitu nikel, mangan, dan kobal,” ujar Meidy Katrin Lengkey.
Jika bicara nikel, mangan, dan kobal, menurutnya, Indonesia merupakan neraga yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Namun, sangat disayangkan jika Indonesia sendiri tidak memiliki sesuatu untuk diolah dan harus memiliki nilai tambah.
Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, bahan baku nikel, pun komoditas lain, jika semuanya bisa diolah di Indonesia, efek dominonya di antaranya membuka lapangan pekerjaan baru, khususnya untuk masyarakat sekitar industri tersebut. Karena, sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pada prinsipnya sumber kekayaan alam Indonesia dikelola oleh negara untuk memakmurkan rakyat Indonesia.
“Paling penting, kita harus memiliki sesuatu, yaitu Indonesia harus punya brand atau produk made in Indonesia,” ujarnya.
Ia menyampaikan, sekarang ini electric vehicle sudah menjamur dan sudah masif berdiri pabrik-pabrik diri Indonesia. Untuk pabrik pengolahan nikel, saat ini sudah berdiri 27 pabrik, ditambah lagi dua pabrik untuk mengolah bahan baku baterai listrik. Jumlah pabrik pengolahan nikel ini akan terus bertambah.
Lalu, bagaimana kesiapan masyarakat Indonesia untuk menyambut “serangan” investasi asing yang masuk ke Indonesia untuk mengelola SDA Indonesia. Menurut Meidy Katrin Lengkey, yang paling penting, bagaimana semua pihak ikut membantu negara dalam mengelola SDA Indonesia. Hal ini tak lain untuk kemakmuran rakyat Indonesia serta mendukung program renewable energy internasional. Salah satunya adalah penyediaan sekaligus pengolahan bahan baku baterai listrik.
Karena itu, Meidy Katrin Lengkey menekankan, perlu adanya edukasi ke mayarakat umum, bukan hanya ke penambang, pemerintah ataupun stakeholder lainnya. Masyarakat harus tahu bahwa Indonesia akan menuju ke satu moment yang memulai proses green energy.
Keuntungan Indonesia
Lebih jauh Meidy Katrin Lengkey mengatakan keuntungan yang didapat negara jika resources nikel diolah di dalam negeri. Karena, Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia. Indonesia menguasi 23,7 persen sumber cadangan nikel dunia dari sekitar 12 negara penghasil nikel. Saat ini Indonesia tidak hanya memiliki cadangan nikel terbesar, tetapi juga produsen terbesar dunia yang mengolah tidak hanya bijih nikel ataupun bahan bakunya, tetapi sudah masuk ke pengelolaan.
“Saat ini Indonesia sebagai negara supply chain terbesar dunia,” imbuhnya.
Produk olahan nikel ini juga memiliki market yang besar. Meidy Katrin Lengkey mencontohkan produk olahan nikel yang menggunakan teknologi HPAL menjadi katoda dan prekursor sebagai pengantar daya baterai listrik tipe Nikel mangan cobalt (NMC). Baterai NMC ini perlu ada tambahan lithium.
Baterai yang sudah di-coating digunakan untuk EV, handphone, laptop, solar panel. Dalam hal ini, lanjutnya, jika semua resources nikel diolah di Indonesia, tentu memberikan value added, ada nilai tambah, yaitu pertama, secara nama Indonesia punya power, bagaimana Indonesia mengeguasai dunia dari bahan baku baterai. Kedua, Indonesia juga punya market jika kita berbicara untuk EV. Sekarang ini banyak produk EV di Indonesia, salah satunya produk EV dari Hyundai yang menggunakan baterai listrik.
“Jadi, banyak manfaat yang didapatkan Indonesia. Mulai dari penyerapan tenaga kerja di berbagai daerah, karena sekarang pabrik pengolahan nikel tersebar ke berbagai daerah, di antaranya di kawasan timur Indonesia. Artinya, terjadi penyerapan ekonomi di berbagai daerah,” tuturnya.
Menurutnya, jika Indonesia sudah menjadi pusat industri beterai dunia, tentunya daerah ikut bangkit. Pendapatan daerah naik, penerimaan negara juga ikut naik. Dari situlah tingkat kehidupan masyarakat di Indonesia akan meningkat. (Fia/Syarif)