NIKEL.CO.ID, 28 Juli 2022-Harga nikel dunia masih rendah pada perdagangan sore hari ini, melalui London Metal Exchange (LME) harga nikel harian pada Kamis,(28/7/2022) pukul 15.08 WIB tercatat di angka US$21.275 per ton. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penutupan kemarin, Rabu (27/7/2022) di angka US$22.270.
Menurunnya harga nikel membuat para trader masih mengerem transaksi jual-beli nikel di perdagangan bursa. Tak hanya itu, LME merilis data bahwa sejak akhir April tahun lalu, persediaan nikel di gudang LME trennya mengalami penurunan.
Pekan lalu, persediaan nikel LME terus turun dan tingkat persediaan terbaru adalah 60.168 mt pada 25 Juli, terus-menerus menyegarkan posisi terendah multi-tahun.
Kondisi sama di persediaan nikel SHFE, selama enam minggu berturut-turut turun sekitar 18,24% setiap minggu menjadi 1.493 mt pada 22 Juli. Kondisi ini mencatat rekor terendah baru di gudang SHFE.
Kondisi nikel yang tidak menentu di luar negeri, bisa dijadikan peluang Indonesia untuk memaksimalkan nikel di dalam negeri melalui program industri hilir. Seperti dikatakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan, industri hilir pertambangan terus bertumbuh di Indonesia. Per 1 Juni 2018 hingga Maret 2022, posisi Indonesia merangkak naik menduduki peringkat 8 besar dunia untuk produk olahan stainless steel.
Menurut Menko Marves Luhut, Indonesia kaya sumber daya mineral, salah satunya nikel yang saat ini sedang dikembangkan untuk baterai listrik. Karena itu, pemerintah mengarahkan pengembangan sekaligus penataan industri hilir pengolahan nikel.
Nikel, kata Luhut, sekarang tidak hanya diolah untuk stainless steel, namun akan dikembangkan juga untuk katoda dan prekursor baterai listrik.
Ia menyebutkan, saat ini ada sekitar US$ 132 juta nilai investasi yang masuk ke Indonesia. Dari nilai investasi untuk hilirisasi industri sudah berjalan semua, diperkirakan 8 tahun ke depan industri baterai akan memasok 3 juta mobil listrik.
“Pemerintah menargetkan baterai listrik akan diproduksi tahun 2024, dengan tipe NMC 811 (Nikel 80 persen, Mangan 10 persen, dan Cobalt 10 persen),” kata Menko Marves Luhut di Bali, baru-baru ini.
Senada dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, saat ini sudah ada permintaan nikel kadar rendah (limonit) dari pabrik pengolahan hidrometalurgi untuk mengolah Nickel Sulfate dan Mix Hydroxide Precipitate (MHP) maupun Mix Sulphide Precipitate (MSP) sebagai bahan baku baterai listrik.
“Produk ini merupakan cikal bakal nickel sulphate atau cobalt sulphate yang menjadi bahan baku komponen baterai. Adapun produk MHP atau MSP tersebut merupakan hasil dari smelter nikel dengan metode High Pressure Acid Leach (HPAL),” jelas Meidy.
Meidy menyebutkan, dari total 81 badan usaha pengolahan bijih nikel yang akan dibangun, pabrik pengolahan dan pemurnian nikel yang telah beroperasi memang didominasi oleh teknologi pirometalurgi, sebanyak 27 pabrik. Sementara pengguna teknologi hidrometalurgi yang telah beroperasi hanya ada 2 pabrik, dan 9 pabrik lainnya yang direncanakan akan dibangun dengan target menghasilkan produk nikel kelas 1.
Meidy memperkirakan, jika pembangunan industri nikel sudah berjalan seperti yang diharapkan semua pihak, estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak mencapai US$ 7 miliar pada tahun 2045.
(Fia/Editor:Syarif)