Beranda Nikel Tak Ada Listrik, Taruna Adji: Ekstraksi Bijih Nikel bisa Gunakan Blast Furnace

Tak Ada Listrik, Taruna Adji: Ekstraksi Bijih Nikel bisa Gunakan Blast Furnace

1188
0
Tungku blast furnace

 

NIKEL.CO.ID, 20 Juni 2022-Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit nikel dapat dilakukan melalui jalur pirometalurgi dan hidrometalurgi. Jalur proses ekstraksi pirometalurgi menggunakan tipe laterit nikel saprolit dengan produk nikel berupa ferro-nickel (FeNi), nickel pig iron, dan nickel sulfide matte (nickel matte). Sedangkan proses hidrometalurgi paling umum diterapkan untuk laterit limonit.

Teknik pengolahan bijih nikel dengan metode pirometalurgi dilakukan dalam tungku listrik (electric furnace, EF), dan lazim dikenal dengan Rotary kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process. Namun, dapat pula dilakukan dengan metode blast furnace.

Research and Development Nikel Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Ir. Taruna Adji, mengibaratkan teknik pengolahan bijih nikel electric furnace dan blast furnace ketika kita memasak beras, antara menggunakan perapian dengan kayu bakar atau rice cooker.

“Jika menggunakan rice cooker, maka membutuhkan listrik. Itulah namanya teknologi electric furnace. Jika kita memasaknya di tengah hutan dan tidak ada listrik, bisa menggunakan kayu bakar, itulah blast furnace. Kedua cara memasak itu hasilnya sama, yaitu nasi,” jelas Taruna Adji.

Proses pembakaran tungku blast furnace menggunakan kokas, yaitu  batubara yang memiliki kandungan kalori tinggi, antara 8.000 sampai 9.000 kalori. Di Indonesia, kokas hanya ada di Kalimantan  Tengah, pun jumlahnya tidak banyak. Karenanya, harus impor.

Disebutkan, di Indonesia teknik blast furnace sudah dikembangkan oleh tiga perusahaan, yaitu Indoferro, Modern, dan Century sejak 2012. Namun, berdasarkan perkembangan sejarah nikel di Indonesia, teknik blast furnace sudah dilakukan masyarakat di Kerajaan Luwu, Pulau Sulawesi. Ketika itu mereka membuat keris, pedang, atau senjata lainnya menggunakan bijih nikel dengan proses blast furnace. Konsep tungku blast furnace dibuat dengan tanah liat.

Taruna Adji mengakui, teknik mengolah bijih nikel dengan tungku blast furnace, tergantung dari penggunaan kokas. Toh, sebenarnya bisa diganti dengan arang kayu atau cangkang sawit. Artinya, masih bisa menggunakan limbah sawit untuk perapian memasak bijih nikel di tungku blast furnace.

Maka, untuk perusahaan kecil-kecil yang kegiatan pertambangannya 100 atau 200 hektare, bisa digabungkan menjadi satu untuk dibuat satu kawasan industri pertambangan. Di kawasan itu dibangun satu tungku besar blast furnace untuk pengolahan bijih nikel. Hasil olahan bijih nikel dari blast furnace ini bisa untuk ekspor.

Research and Development APNI, Ir. Taruna Adji

Dia menjabarkan, kokas itu ada tiga jenis, yaitu metallurgical grade (level satu), foundry grade (level dua), dan kokas yang tingkatnya paling rendah. Kokas level tiga ini kalorinya tidak terlalu besar, karena campuran dari batubara kalori rendah.

Menurutnya, kokas kadar rendah masih bisa digunakan. Karena, stainless steel grade-nya macam-macam. Ada Seri-200, Seri-300, Seri-400, Seri-500, dan Seri-600. China juga menggunakan kokas kadar rendah untuk menghasilkan produk stainless,  misalnya untuk keran air, sendok, garpu, dan sebagainya. Negara-negara berkembang juga menggunakan kokas kadar rendah, karena masih ada yang membutuhkannya.

Sekarang sudah ada teknologi untuk mengolah batubara kadar rendah. China dan Korea mengolah batubara kadar rendah karena ada kandungan sulfur. Unsur sulfur itu diolah menjadi asam sulfat hs204 dan hs203, sementara batubaranya bisa difungsikan untuk yang lain.

Taruna Adji mengungkapkan, Indonesia hanya kalah di teknologi. Karena itu, ilmu pengetahuan tetap memegang peranan penting untuk mengelola nikel Indonesia yang memiliki cadangan terbesar dunia. (Syarif)

 

 

 

Artikulli paraprakAPNI dan Kasad TNI Mendukung Ketahanan Nasional SDA Mineral Nikel-Indonesia
Artikulli tjetërPermintaan Nikel Melonjak, kok Harga Turun