NIKEL.CO.ID, 25 Mei 2022-Kementerian Investasi/BKPM merencanakan pengenaan pajak ekspor komoditas olahan dengan bahan baku kurang dari 70%. Langkah ini m untuk melindungi investasi pada ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, salah satu aturan yang mengancam investasi ekosistem kendaraan listrik nasional datang dari Benua Eropa. Uni Eropa mensyaratkan pembangunan pabrik baterai harus berada di dekat pabrik mobil listrik. Sementara di Indonesia sedang membangun hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah dari tambang sampai sel baterai. Jika produsen mobil listrik dari negara lain hanya mengambil bahan baku, maka Indonesia rugi.
Karena itu, Bahlil merencanakan untuk mengenakan pajak ekspor bagi barang yang tingkat pengolahannya di bawah 70%. Bahlil mengatakan akan membahas rincian aturan tersebut lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan.
“Ekspor bahan baku tersebut akan dikenakan pajak yang cukup tinggi. Dengan demikian, negara setidaknya mendapatkan kompensasi saat mengizinkan ekspor bahan baku bijih nikel,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (24/5).
Menurutnya, jika Indonesia tidak melakukan pengolahan bahan baku di hilir yang lazim dilakukan negara lain, negara kita akan dibohongi terus.
Sementara itu, berdasarkan data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), industri hilir nikel di Indonesia saat ini sudah berdiri 37 badan usaha, masing-masing untuk pirometalurgi dan hidrometalurgi. Pirometalurgi output-nya nickel pig iron (NPI) atau ferronikel. Sementara hidrometalurgi output-nya nikel sulfat sebagai bahan pembuatan katoda baterai listrik.
Untuk industri kendaraan listrik, sejauh ini telah ada lima industri asing yang melakukan investasi di ekosistem baterai kendaraan listrik. Kelima investor tersebut adalah LG Chemical, Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL), Zhejiang Huayou Cobalt Co, BASF, dan Foxconn.
(Fia/Editor:Syarif)