NIKEL.CO.ID, 19 Desember 2022 – Asisten Deputi Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Tubagus Nugraha menyebutkan peningkatan ekspor hilirisasi komoditas nikel akan mampu menahan penurunan perlambatan ekonomi di tengah resesi ekonomi dunia.
Hal itu disampaikan oleh Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha yang menyampaikan materi “Mining and Energy Industry Business Project Insight for Investment” yang diselenggarakan dalam acara Indonesia Energy and Mineral Conference 2022 (IEMC 2022) dan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) di The Darmawangsa Hotel, Jakarta Selatan hari Senin ini (19/12/2022).
“Faktor resesi global akan berpengaruh pada engine of growth 2023 dari sisi ekspor komoditas, namun peningkatan ekspor hilirisasi diperkirakan akan mampu menahan penurunan
yang lebih dalam,” kata Tubagus Nugraha dalam acara tersebut.
Menurut Tubagus Nugraha, pertumbuhan ekonomi domestik akan bergantung pada resiliensi konsumsi dan investasi.
Hal ini terkonfirmasi dengan proyeksi para pakar ekonom yang memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 masih cukup kuat di kisaran 4.8%-5% (yoy) di tengah perfect storm.
Sebelumya, dia menjelaskan bahwa pada 2023 tantangan ekonomi global, the perfect storm (badai yang sempurna), di mana tahun 2023 dunia dihadapkan pada berbagai tantangan dan risiko.
Penyebabnya antara lain, hubungan yang memburuk antara Tiongkok dengan Amerika Serikat atau Uni Eropa, pengetatan moneter berujung pada resesi global, varian covid-19 yang lebih agresif, cuaca dingin memperparah krisis energi di Eropa.
Kemudian perang di Ukraina berubah menjadi konflik global, kebijakan zero covid di Tiongkok, terjadinya perang siber, meletusnya konflik antara Tiongkok dan Taiwan, cuaca ekstrem dan perang di Ukraina memicu krisis pangan, dan inflasi tinggi memicu kerusuhan sosial.
“Sehingga pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat signifikan pada 2023 dengan risiko koreksi ke bawah yang besar,” jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa perlambatan ekonomi dunia mendorong penurunan harga komoditas, termasuk komoditas utama Indonesia.
“Namun kondisi ekonomi domestik berada pada kondisi yang kuat, tetapi sumber pertumbuhan pada 2023 dihadapkan pada keterbatasan,” tambahnya.
Tubagus Nugraha juga menerangkan bahwa di tengah perfect storm, indikator makro Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di antara negara G20.
Tidak hanya indikator makro, indikator di tingkat mikro perusahaan juga menunjukkan kondisi yang sehat dan proyeksi kondisi ekonomi nasional diperkirakan berada di kuadran II yakni stabil.
Lebih lanjut, Tubagus Nugraha mengatakan bahwa beberapa pertimbangan faktor unpredictable (koordinat y=1) adalah DMO batubara & mineral dengan asumsi skenario BLU dapat berdampak positif terhadap penerimaan Negara.
Namun demikian, ketidakpastian rantai pasok energi menjadi faktor rendahnya proyeksi ekonomi. Sedangkan faktor predictable (koordinat x=3) adalah dari hilirisasi pertambangan serta proyek.
Dalam kondisi ekonomi domestik yang berada pada kondisi yang kuat, tetapi sumber pertumbuhan pada 2023 dihadapkan pada keterbatasan, Indonesia mampu menarik FDI lebih dari US$100 miliar pada periode 2017 – 2021.Di antaranya melalui peningkatan ekspor manufaktur, termasuk hilirisasi harus terus didorong. Hilirisasi mendongkrak kinerja ekspor dan neraca transaksi berjalan Indonesia.
“Peningkatan ekspor hilirisasi akan mampu menahan turunnya ekspor komoditas,” cetusnya.
Ia menegaskan bahwa investasi didorong untuk membangun ekosistem baterai listrik dari pertambangan hingga manufaktur.
“Tujuannya untuk membentuk ekosistem industri baterai listrik dimulai dari nikel dan kobalt, namun investasi alumunium juga dibutuhkan,” tegasnya.
Pemerintah dalam hal ini, Kemenko Marves telah membuat pemetaan target investasi untuk pembentukan ekosistem baterai lithium. Untuk realisasi investasi harus difokuskan pada percepatan pemberian izin agar pipeline investasi yang ada bisa terwujud.
“Saat ini kami sedang berdiskusi dengan produsen utama mobil dan bahan baterai di Amerika Serikat dan Eropa untuk investasi potensial di Indonesia,” pungkasnya. (Shiddiq/Syarif)