NIKEL.CO.ID, 31 Agustus 2022- Corporate Finance Trinitan Group, Romy Ramadhani mengungkapkan, dunia sedang mengalami defisit nikel kelas 1. Pasar nikel kelas 1 diperkirakan mengalami defisit pada 2025. Sementara Indonesia sebagai negara penghasil nikel laterit terbesar di dunia belum memaksimalkan potensi yang dimilikinya ini. Pabrik pengolahan dan pemurnian nikel yang ada di Indonesia saat ini lebih banyak mengolah nikel kadar tinggi atau saprolit menjadi nikel kelas 2 . Sementara sumber daya limonit belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hal ini karena jumlah pabrik hidrometalurgi masih sedikit dibandingkan pabrik pirometalurgi. Fokus saat ini adalah pada nikel untuk industri baja tahan karat.
Menurut Romy Ramadhani, prorek-proyek pemurnian nikel kadar rendah dengan teknologi hidrometalurgi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang akan beroperasi pada 2025 hanya akan menyerap sekitar 19 juta ton limonit per tahun.
Kehadiran PT Trinitan Green Energy Metals (TGEM), dikatakan Romy Ramadhani, untuk menjadi produsen nikel kelas 1 terbesar di Indonesia. TGEM adalah perusahaan Indonesia dan bagian dari Trinitan Group yang memiliki pengalaman selama 50 tahun dalam solusi penyimpanan energi, menyediakan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk pemrosesan logam dan mineral.
“TGEM didirikan untuk menjadi produsen nikel kelas 1 terbesar di Indonesia, dengan operasi kelas dunia. Teknologi produksi nikel TGEM didukung oleh Step Temperature Acid Leach (STAL) milik Trinitan serta kolaborasi beberapa mintra penambang besar lainnya,” tutur Romy Ramadhani di acara Nickel Summit di Jakarta, baru-baru ini.
Saat ini TGEM sedang mengerjakan beberapa proyek besar, yaitu Indonesia Green Nickel Integrated Technology Ecopark (IGNITE). Proyek ini merupakan ekosistem industri terpadu untuk fasilitas pengolahan nikel kelas 1 menggunakan teknologi STAL.
IGNITE Ecopark terdiri dari perusahaan operasional teknologi STAL yang didukung oleh ekosistem industri termasuk kapasitas setara, perusahaan pengelolaan limbah, perusahaan kimia, dan perusahaan listrik dan energi.
“STAL ONE Ecopark merupakan model ekosistem industri terpadu untuk fasilitas pengolahan nikel dengan menggunakan teknologi STAL,” kata Romy Ramadhani.
Disampaikan, bidang ini mendukung modul STAL dengan kapasitas nikel 2.5 KT nikel per tahun yang didukung oleh seluruh ekosistem, termasuk pengelolaan limbah, produksi bahan kimia, pasokan dan pengelolaan listrik dan energi, serta fasilitas R&D untuk rantai nilai hilir nikel.
Romy Ramadhani mengutarakan, teknologi STAL dapat mengolah laterit menjadi nikel kelas 1. Teknologi STAL merupakan inovasi lompatan kuantum dalam teknologi ekstrasi nikel.
“STAL adalah teknologi eksklusif untuk ekstraksi nikel kelas 1 dari berbagai endapan laterit yang disesuaikan dengan kondisi penambangan nikel di Indonesia dengan intensitas modal dan biaya tunai yang kompetitif,” tuturnya.
STAL merupakan teknologi yang diproduksi Hydrotech Metal Indonesia (HEML) sejak 2007, dan telah terdaftar hak patennya di beberapa negara, seperti Indonesia, Jepang, Kanada, dan Kaledonia Baru.
“Kontribusi Teknologi STAL untuk rantai nilai baterai EV,” kata Romy Ramadhani. (Chiva/Varrel/Syarif)