NIKEL.CO.ID, 12 Agustus 2022-Kementerian ESDM memberi penugasan kepada PT PLN (Persero) terhitung Januari hingga Agustus 2022 untuk menambah pasokan batubara sebesar 31,8 juta MT. Dari penugasan tersebut, efektif yang sudah berjalan sekitar 45 persen, yaitu 14,3 juta MT. Beberapa perusahaan pertambangan batubara sudah berkontrak untuk mensuplai batubara ke PLN.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasojo mengatakan, saat ini stokpile batubara PLN masih aman. Namun, jika melihat tren kebutuhan batubara yang semakin meningkat, baik di dalam dan luar negeri, dia khawatir PLN akan kekurangan cadangan batubara. Ditambah lagi tren harga batubara di luar negeri terus tinggi, menjadi pendorong para produsen untuk mengekspor dibandingkan menjual di dalam negeri.
“Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka kondisi yang tadinya aman bisa bergeser menjadi kondisi krisis kembali,” kata Darmawan saat Rapat Kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/8/2022).
Untuk itu, PLN mengapresiasi dukungan dari Kementerian ESDM yang telah mengambil langkah-langkah nyata. Serta Komisi VII DPR yang mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Domestic Market Obligation (DMU) untuk mengatur perusahaan batubara memasok untuk kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan undang-undang, sebesar 25 persen dari produksi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Kami melihat tren batubara semakin meningkat dengan adanya penambahan demand. Tahun depan, dalam proses pengadaan batubara PLN sudah memperhitungkan dari kebutuhan hanya 130 juta MT diperkirakan akan naik menjadi 135 juta MT,” tutur Darmawan.
Kebutuhan Listrik 53 Smelter
Dirut PLN, Darmawan Prasojo memperkirakan konsumsi batubara untuk kebutuhan listrik akan semakin meningkat di tahun-tahun berikutnya. Untuk tahun 2030, PLN memperkirakan membutuhkan batubara antara 155 juta MT hingga 160 juta MT.
Listrik dibutuhkan dibutuhkan untuk menunjang aktivitas masyarakat, pemerintah, termasuk perusahaan dan industri. Khusus industri pengolahan dan pemurnian (smelter) Pemerintah Indonesia menargetkan 53 fasilitas smelter mineral terbangun dan beroperasi pada 2024 mendatang. Banyaknya smelter yang akan beroperasi tersebut, maka tentunya ini membutuhkan listrik dengan kapasitas besar.
Diperkirakan kebutuhan listrik untuk mengoperasikan smelter nikel, bauksit, tembaga, besi, mangan, hingga timbal dan seng mencapai 5.600 Mega Watt (MW) atau 5,6 Giga Watt (GW) atau setara dengan sekitar 6 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara skala raksasa.
Sugeng Mujiyanto semasih menjabat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba pernah memperkirakan satu unit PLTU skala besar bisa mencapai 1.000 MW seperti halnya PLTU Batang di Jawa Tengah berkapasitas 2 x 1.000 MW yang dibangun PT PT Bhimasena Power Indonesia, perusahaan konsorsium yang dimiliki oleh PT Adaro Power bersama Electric Power Development Co. Ltd. (J-Power) dan Itochu Corporation.
“Kita merencanakan 53 smelter, kebutuhan energi total untuk smelter diperkirakan 5,6 Giga Watt (GW),” kata Sugeng Mujiyanto dalam sebuah diskusi ‘Kesiapan PLN dan Pemerintah dalam Mendukung Kesuksesan Industri Smelter, pertengahan April lalu.
Ia mencontohkan, di Maluku Utara dibutuhkan listrik sekitar 1,5 GW, smelter tembaga juga butuh sekitar 1 GW, dan lainnya. Dirinya berharap PLN bisa menyediakan listrik untuk smelter-smelter ini. (SBH)