NIKEL.CO.ID, 4 Oktober 2022 -Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radi menyatakan, imbas kebijakan larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia terhadap industri nikel nasional membuat pendapatan ekspor Indonesia menurun. Namun, ke depan nilai tambah pendapatan dari nikel maupun produk turunannya akan meningkat.
“Larangan ekspor nikel tanpa hilirisasi, menurunkan pendapatan ekspor Indonesia. Tetapi, jangka panjang akan dapat menaikkan nilai tambah pendapatan dari nikel dan produk turunannya,” kata Fahmy kepada nikel.co.id.
Menurut Fahmy, ditambah reaksi dari negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa (UE) dengan menggugat kebijakan ekspor nikel Indonesia itu.
Namun, Indonesia tidak perlu khawatir atas gugatan UE tersebut. Menurutnya larangan ekspor itu adalah kewenangan Indonesia.
“Gugatan Uni Eropa ke WTO tidak perlu ditakutkan Indonesia. Alasannya, kebijakan larangan ekspor merupakan kewenangan Indonesia sesuai aturan,” tukasnya.
Sementara itu Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam Pertemuan Menteri Ekonomi SEAN-Dewan Kawasan Investasi ASEAN ke-25 di Kamboja, pada 16 September 2022, mengajak negara ASEAN kompak menghadapi Uni Eropa yang tidak senang terhadap sebagian negara ASEAN yang ingin maju.
Terutama terhadap Indonesia terkait Gugatan Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) mengenai larangan Pemerintah Indonesia untuk melakukan ekspor ke luar negeri pada November 2019 lalu.
“Kita tahu bahwa Uni Eropa pada November 2019 lalu mengajukan gugatan kepada WTO mengenai kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan oleh pemerintah sejak Januari 2020. Dan Indonesia masih menunggu hasil akhir dari proses penyelesaian gugatan tersebut,” kata Bahlil yang dikutip dari akun IG @bahlillahadalia, Rabu (28/9).
Menurut Balil, terkait pelarangan ekspor bijih nikel merupakan program Pemerintah Indonesia untuk memberdayakan nikel menjadi bahan baku jadi sebagai produk baterai kendaraan listrik di dalam negeri.
“Peraturan pelarangan ekspor bijih nikel ini dilakukan Pemerintah Indonesia sebagai upaya hilirisasi sumber daya alam untuk membangun industri baterai dan kendaraan listrik di dalam negeri,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Bahlil Lahadalia mengajak agar seluruh negera ASEAN kompak untuk bersatu untuk meningkatkan posisi tawar terhadap Uni Eropa.
Menteri Bahlil menyerukan, “Oleh karena itu, saya sampaikan pentingnya kekompakkan di antara negara anggota ASEAN untuk menciptakan posisi tawar yang kuat dalam tataran global pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN-Dewan Kawasan Investasi ASEAN ke-25 di Kamboja”.
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan, Pemerintah Indonesia akan secara maksimal terus memperjuangkan hak dan kedaulatannya menghadapi gugatan Uni Eropa di WTO. Sampai saat ini Indonesia masih menunggu hasil akhir dari proses penyelesaian gugatan itu.
“Kita harus tetap on the track. Semaksimal mungkin kita perjuangkan demi kedaulaulatan Indonesia,” tutup Bahlil. (Shiddiq)