NIKEL.CO.ID, 8 November 2022 -Founder National Battery Research Institute (NBRI) Prof. Evvy Kartini menyebut tiga hal penting bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dalam acara Training of Trainers (ToT) yang diadakan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) di hari kedua, Selasa, 8 November 2022 hari ini.
Prof. Evvy Kartini memaparkan tentang hilirisasi industri nikel yang digaungkan oleh Pemerintah seiring dengan mimpinya itu menjadikan Indonesia negara maju.
“Bagi saya cuma tiga yang paling penting kalau kita mau berhasil menjadi negara maju,” ucap Prof Evvy dalam pemateri di ruang ToT APNI Puri Ratna Grand Sahid Jaya Hotel, diikuti nikel.co.id, Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022).
Menurut Prof. Evvy, langkah pertama untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju adalah kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah sebagai modal utama. SDA dari pertambangan nikel merupakan aset penting dan strategi untuk membangun Indonesia menjadi negara maju.
“Satu kita kaya sumber alam sudah pasti itu menjadi modal,” ujarnya.
Namun, Prof. Evvy melanjutkan bahwa kekayaan SDA saja tidak cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju sehingga dibutuhkan teknologi yang memadai dan canggih untuk mengeksplorasi SDA tersebut menjadi produk yang bermanfaat, efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan.
“Yang yang kedua teknologi. Kalau kita tidak menguasai teknologi mau sekaya apapun sumber daya di alam kita akan habis,” lanjutnya.
Prof. Evvy memaparkan bahwa selain kekayaan SDA dan teknologi ada satu hal lagi yang penting untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju adalah Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurutnya, SDM harus dipersiapkan secara matang dan tepat sehingga menjadi SDM yang berkualitas. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan yang tepat dan baik serta bermanfaat.
Untuk menciptakan SDM yang berkualitas maka diperlukan pendidikan, pelatihan untuk membangun kesadaran agar mampu menguasai penggunaan teknologi.
“Yang ketiga tentu saja SDM. SDM ini perlu di training, perlu ditingkatkan awareness-nya (kesadaran) dan edukasinya supaya paham teknologi,” paparnya.
Prof. Evvy berharap bahwa kedepannya yang menguasai hilirisasi industri nikel di perusahaan pabrik pengelola nikel, smelter dan pertambangan adalah orang Indonesia sendiri di level menengah ke atas.
Seperti di pabrik pengelola smelter di Morowali Mandar Sulawesi Selatan yang cukup banyak dan besar dengan ribuan tenaga kerja yang bekerja bukan hanya bekerja sebagai tukang dan buruh kasar saja. Melainkan menjadi manager dan supervisi yang levelnya lebih tinggi dan baik.
“Saya pernah ke Morowali juga, saya ingin yang ada disana itu yang level manajer ke atasnya orang Indonesia bukan hanya tukang-tukangnya saja. Jangan kita hanya levelnya yang ngangkut-ngangkut saja. Jadi kita perlu edukasi (pendidikan),” tuturnya.
Menurut Prof. Evvy, Indonesia harus segera bersiap untuk menyambut perubahan zaman dari penggunaan Bahan Bakar Fosil beralih ke Bahan Bakar Listrik dengan Baterai Listrik menuju tahun 2050. Penggunaan bahan bakar listrik dari baterai listrik adalah peluang besar Indonesia untuk menjadi negara maju.
Hal ini diperkuat dengan cadangan nikel terbesar di dunia yang dimiliki Indonesia saat ini. Nikel merupakan bahan baku pembuatan baterai listrik. Sehingga sudah waktunya biji nikel diolah sebaik mungkin menjadi baterai listrik. Indonesia harus menjadi produsen baterai listrik.
“Tidak ada cara lain kalau kita mau maju,” cetusnya.
Baterai digunakan untuk menampung daya listrik sebagai bahan bakar berbagai mesin kendaraan, baik mobil dan motor, laptop maupun handphone dan lainnya.
Peralihan teknologi fosil menjadi listrik mendorong banyak negara membuat baterai listrik untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan. Seperti pabrik mobil listrik pastinya sangat membutuhkan baterai listrik dengan teknologi electric vehicle.
Menurut Prof. Evvy, untuk mewujudkan hal itu di Indonesia maka dibutuhkan transformasi teknologi. Sehingga bangsa Indonesia mampu menguasai teknologi canggih untuk mendukung kemajuan industri nikel sehingga mampu bersaing dengan negara asing.
“Artinya kalau kita kuasai teknologinya tidak ada yang sulit,” tukasnya. (Shiddiq)