NIKEL.CO.ID, 4 Oktober 2022-Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) akan menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Mineral Nikel. Rencananya ToT ini dilaksanakan di Jakarta selama tiga hari, mulai 7-9 November 2022.
Sebagai organisasi yang mewadahi pelaku pertambangan nikel di Indonesia dan dibentuk oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM pada 6 Maret 2017, hingga saat APNI telah melaksanakan ratusan program kerjanya. Di antara program kerja tersebut, APNI ikut memberikan informasi, pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada para pelaku pertambangan, khususnya yang bergerak di bidang usaha nikel, baik hulu maupun hilir.
Kali ini APNI akan kembali melaksanakan Training dan Trainers (ToT) Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Mineral Nikel, baik dari metode, standarisasi, akreditasi, pengawasan dan kewajiban yang melibatkan kementerian/lembaga terkait dan seluruh pelaku badan usaha jasa survey dengan peserta seluruh pelaku badan usaha nikel.
Ketua Umum APNI, Komjen Pol. (P) Drs. Nanan Soekarna menjelaskan dasar tema Training of Trainers. Menurutnya, pemanfaatan sumber daya mineral nikel di Indonesia diatur melalui Tata Niaga Mineral Nikel yang termaktub pada UU Nomor 3 Tahun 2020. Pemanfaatan diartikan sebagai usaha pertambangan dimulai dari pengelolaan hingga pengolahan hasil tambang, dan pada prinsipnya merupakan kesatuan yang mengikat dan terjadi akibat adanya persetujuan jual–beli (penambang–perusahaan industri pengolahan) hasil tambang.
Dari berbagai konflik dan masalah yang diterima APNI, banyak dilaporkan adanya ketidaksesuaian perdagangan transaksi bijih nikel, baik dari harga yang sudah tertuang dalam Kepmen ESDM yang diterbitkan setiap bulan dan perbedaan hasil analisis, dimana semuanya tertuang dalam aturan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Harga Patokan Mineral.
Disebutkan, masalah itu, pertama, terdapat banyak isu terkait dengan pelaksanaan jasa verifikasi oleh surveyor, dengan keluhan atas terjadinya (kemungkinan peningkatan nilai kadar di sisi muat) dan atau (kemungkinan penurunan nilai kadar di sisi bongkar), dan bagaimana pengaturan jasa verifikasi oleh surveyor, pelaksanaan kegiatan pengawasan terhadap surveyor (kapasitas, SDM, teknik sampling, durasi penerbitan Certificate of Analisys/CoA ), yang diharapkan bisa dibuatkan dalam satu metode untuk semua perusahaan surveyor untuk meminimalisir konflik terjadinya perbedaan analisis, sehingga penambang menanggung kerugian yang cukup signifikan.
Kedua, mekanisme penyelesaian dispute dengan umpire. Ketiga, penggunaan jasa surveyor yang tidak merata/oligopoli. Keempat, kontrak transaksi bijih nikel sebagian besar adalah kontrak Cost, Insurance and Freight (CIF) yang tidak sesuai dengan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020 yang berupa kontrak Free on Board (FoB), bagaimana memastikan pelaksanaan kontrak harus sesuai Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020, yaitu menggunakan HPM dengan basis FoB, dan pelaksanaan pelaporan kontraknya.
Selanjutnya kelima, dengan kontrak CIF, penjual /penambang menanggung biaya logistik/tongkang sebesar US$ 6- US$ 12 per ton, yang dinilai tidak sesuai dengan biaya logistik dari lokasi pelabuhan tambang yang jauh ke pelabuhan smelter. Keenam, mekanisme sanksi yang sudah tertuang dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Ketujuh, proses pelaksanaan pembayaran kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 terkait PNBP Saprolite 10% dan Lemonite 2%. Kedelapan, jika terjadi penurunan kadar bijih nikel oleh pihak pabrik sampai di bawah 1,5% bagaimana bentuk pembayaran kewajiban royalti PNBP 2%. Kesembilan, pengecekan surveyor–menggunakan sistem Modul Verifikasi Penjualan (MVP) yang diinput melalui Mineral Online Monitoring System (MOMS) untuk penerbitan Laporan Hasil Verifikasi (LHV).
“Dari semua konflik yang terjadi dalam transaksi bijih nikel, APNI mengadakan kegiatan Training of Trainers (ToT) Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Mineral Nikel, baik dari metode, standarisasi, akreditasi, pengawasan dan kewajiban yang melibatkan kementerian/lembaga terkait dan seluruh pelaku badan usaha jasa survey dengan peserta seluruh pelaku badan usaha nikel,” jelas Nanan Soekarna.
Tujuan Training of Trainers
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, dalam pelaksanaan Training of Trainers ini, APNI menggandeng Indonesia Mining Institue (IMI), lembaga konsultasi yang fokus pada kajian dan studi strategi bagi kebijakan di sektor pertambangan mineral dan batubara.
Disampaikan, waktu pelaksanaan Training of Trainers akan dilaksanakan offline/onsite secara berurutan selama 3 hari. Hari pertama, 1 November 2022, akan disampaikan materi dari lima pemateri. Pertama, materi dari Komisi VI DPR-RI tentang Pengawasan dalam Perdagangan Tata Niaga Mineral Nikel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Kedua, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi tentang Implementasi dan Monitoring Pelaksanaan Kepmenko Nomor 108 Tahun 2020 terkait Tim Kerja Pengawasan Pelaksanaan Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel.
Ketiga, Kementerian Perdagangan terkait Kewenangan dan Penerbitan Izin Usaha Jasa Survey melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:14/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Jasa Survey. Keempat, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengenai Rekomendasi dan Kewenangan Tata Cara Penetapan Surveyor untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral dan Batubara melalui Kepmen ESDM Nomor: 154 K/30/MEM/2020 dan dilanjutkan dengan Implementasi dan Monitoring Pelaksanaan Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Kelima, materi dari Kementerian Investasi/BKPM tentang Perizinan Usaha Jasa Survey melalui OSS RBA.
Hari kedua, 2 November 2022, menghadirkan empat materi. Pertama, materi yang disampaikan Komite Akreditasi Nasional (KAN) tentang Akreditasi Penilaian Kesesuaian Laboratorium Pengujian Analisis Pertambangan Mineral dan Sertifikasi Manajemen Mutu Perusahaan Jasa Surveyor Verfikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Mineral. Kedua, materi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai Pengujian dan Penetapan Standarisasi dengan satu Metode Pengujian Hasil Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Pertambangan Mineral Nikel yang dirumuskan oleh Komite Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standar Nasional yang memenuhi syarat WTO Code of Good Practice.
“Ketiga, materi dari Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara Tekmira mengenai Layanan Pengujian Teknis Pertambangan dan Jasa Survey. Keempat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan materi Penguatan Komitmen Perdagangan dalam Usaha Pertambangan dan Persaingan Usaha Pertambangan,” paparnya.
Hari Ketiga, 3 November 2022, pemaparan materi disampaikan oleh perusahaan jasa survey mineral nikel mengenai Implementasi Profesionalitas dan Sistem Kerja Jasa Survey terkait profile, metode preparasi, uji laboratorium dan analisis mineral nikel. Materi tersebut secara berurutan dipaparkan oleh Anindya Wiraputra Konsult, Asiatrust Technovima Quality, Carsurin, Geoservices, Indo Borneo Inspeksi Services, Jasa Mutu Mineral Indonesia, Surveyor Carbon Consulting Indonesia, SBU Mineral Sucofindo, Surveyor Indonesia, Tribhakti Inspektama, dan Triyasa Pirsa Utama.
Materi berbeda disampaikan perusahaan smelter/pabrik pengolahan nikel mengenai Prosedural Pemanfaatan Sumber Daya Alam Produk Tambang Nikel Berbentuk Konsep Pembelian–Proses Pengolahan–Pemasaran Produk. Materi ini secara berurutan dipaparkan oleh Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) dan Perusahaan Pertambangan Nikel.
“Tujuan dari Training of Trainers ini agar dapat menghasilkan landasan untuk menciptakan Tata Kelola Mineral dan Tata Niaga Nikel yang lebih baik, tidak terjadinya konflik antara penambang dan pabrik atas hasil analisis, terjadinya penerimaan negara yang sesuai dari sektor PNBP dan Pajak,” jelas Meidy Katrin Lengkey.
APNI berharap seluruh elemen terkait dapat mendukung pencapaian bagi kemajuan negara Indonesia, kesejahteraan masyarakat, dan kesuksesan pengusaha tambang. (Syarif)