Beranda Asosiasi Pertambangan APNI Nilai Ada Tebang Pilih dan Ketidakpastian Regulasi dalam Pengenaan Denda Tambang

APNI Nilai Ada Tebang Pilih dan Ketidakpastian Regulasi dalam Pengenaan Denda Tambang

94
0

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyoroti kuatnya indikasi tebang pilih dan ketidakpastian regulasi dalam penerapan kebijakan denda pertambangan di kawasan hutan. Kondisi tersebut dinilai menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha dan berisiko menghambat investasi di sektor pertambangan nasional, khususnya nikel.

Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menilai kebijakan penindakan saat ini belum dijalankan dengan satu sistem dan formula yang jelas. Akibatnya, ada perbedaan perlakuan antarperusahaan meski berada dalam kondisi perizinan yang relatif sama.

“Ada perusahaan yang dihitung dendanya per tahun, ada yang langsung dikenakan sampai puluhan tahun, bahkan ada yang tidak dikenakan sama sekali. Ini menunjukkan formulanya tidak baku dan menimbulkan kesan tebang pilih,” ujar Meidy kepada wartawan usai acara “Konsolidasi Industri Nikel dalam Merespons Kebijakan Denda Pertambangan di Kawasan Hutan”, yang diselenggarakan APNI bersama Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Dia menegaskan, APNI mendukung penuh penindakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal. Namun, ia mempertanyakan ketika perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang sah, telah berproduksi, bahkan berinvestasi besar dengan membangun smelter, justru menjadi sasaran utama sanksi.

“Kalau yang ilegal diberantas, kami sangat setuju. Tapi, faktanya, yang sudah legal, sudah investasi, malah dihantam. Ini yang membuat investor bertanya-tanya, sebenarnya arah kebijakan kita ke mana,” katanya dengan tegas.

Ia menambahkan, proses verifikasi yang berlarut-larut dan hasil yang berbeda-beda antarperusahaan semakin memperkuat ketidakpastian hukum di sektor ini.

Kewenangan tidak Jelas

Selain persoalan tebang pilih, APNI juga mempertanyakan dasar kewenangan pengenaan denda kehutanan yang dinilai tidak jelas. Dia mengungkapkan bahwa isu ini bahkan menjadi pertanyaan dari investor asing.

“Mereka bertanya, denda kehutanan ini sebenarnya dari kementerian mana? Kehutanan atau sektor lain? Dan, PNBP-nya masuk ke mana? Ini saja belum jelas,” ujarnya.

Ketidakjelasan tersebut, menurut dia, berpotensi menurunkan kepercayaan investor karena menyangkut kepastian hukum dan transparansi penerimaan negara. Ketidakpastian regulasi dan kesan perlakuan tidak adil akan berdampak langsung pada iklim investasi dan konsolidasi industri pertambangan. Investor membutuhkan kepastian aturan agar dapat menghitung risiko dan kelayakan usaha secara rasional.

“Kalau aturannya berubah-ubah dan perlakuannya berbeda, siapa yang mau ambil risiko? Padahal, negara juga butuh investasi dan penerimaan,” tegasnya.

Oleh karena itu, APNI, ungkapnya, mendorong pemerintah untuk segera membenahi regulasi, menyusun formula denda yang transparan dan proporsional, serta memastikan penegakan hukum dilakukan secara adil dan konsisten. Dengan demikian, kepastian usaha dapat terjaga tanpa mengorbankan tujuan penertiban dan penerimaan negara. (Shiddiq)