
NIKEL.CO.ID, JAKARTA — PT PLN (Persero) memproyeksikan lonjakan permintaan listrik dari industri smelter hingga tahun 2033 dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai 11.144 Mega Volt Ampere (MVA). Permintaan tersebut sebagian besar didominasi oleh kebutuhan smelter nikel.
“Demand tersebut datang dari 47 konsumen tegangan tinggi (KTT) di industri smelter/bahan tambang,” ujar Manager Akuisisi Pelanggan dan Green Energy PLN, Fikri Praditya, dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025, di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Fikri mengungkapkan, dari 47 konsumen tegangan tinggi tersebut, sektor nikel menjadi penyerap terbesar dengan jumlah 38 konsumen yang membutuhkan daya mencapai 8.006 MVA, sekaligus menjadi sektor yang secara langsung berkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik.
Selain sektor nikel, permintaan daya juga datang dari industri bauksit sebanyak 3 konsumen dengan kebutuhan 2.657 MVA, emas 2 konsumen dengan 155 MVA, tembaga 1 konsumen dengan 170 MVA, besi 1 konsumen dengan 75 MVA, batu bara 1 konsumen dengan 42 MVA, serta seng 1 konsumen dengan kebutuhan 39 MVA.
PLN menegaskan komitmennya untuk menyediakan layanan listrik yang andal sebagai tulang punggung (backbone) dalam mendorong hilirisasi sumber daya alam serta percepatan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
“Kalau kita lihat di sini pada 2022 sampai 2025 ini ada 38 pelanggan, calon pelanggan PLN yang akan bergerak di bidang nikel,” ungkapnya.
Ia menambahkan, lonjakan kebutuhan listrik dari smelter nikel tidak dapat dipisahkan dari peran strategis komoditas tersebut dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik.
“Baterai itu adalah 40% komponen utama dari kendaraan listrik. Nah, bagaimana sekarang kita mendukung bahwa energi baterai tersebut yang dihasilkan itu datang dari Indonesia. Nikelnya dari Indonesia,” tegasnya.
Untuk menggambarkan skala kebutuhan daya yang besar tersebut, Fikri memberikan perbandingan yang mencolok.
“Total daya 8.000 MVA untuk smelter nikel ini, bahkan setara dengan kapasitas untuk melistriki dua kali Pulau Jawa,” ujarnya.
Dukungan infrastruktur ini juga akan melibatkan peran Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pengembangan baterai yang diharapkan dapat menekan harga jual kendaraan listrik di masa mendatang. (Tubagus)


























