Beranda Berita Nasional Peneliti ITB Ungkap Keterbatasan Data Hidrologi dan Geokimia Jadi Tantangan Penutupan Tambang

Peneliti ITB Ungkap Keterbatasan Data Hidrologi dan Geokimia Jadi Tantangan Penutupan Tambang

147
0
Dr. Ir. Sonny Abfertiawan (Foto: MNI)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pelaksanaan penutupan tambang di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat keterbatasan data hidrologi dan geokimia. Dampaknya, perusahaan tidak mampu memetakan aliran air dan perubahan kondisi lingkungan setelah operasi dihentikan.

Hal itu disampaikan oleh peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Ir. Sonny Abfertiawan, pada Indonesia Mine Clousure Conference 2025 (IMCC 2025), di Soehana Hall, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).

“Yang pertama, kita tidak memiliki cukup data terkait hidrologi dan kita tidak sepenuhnya memahami bagaimana air mengalir sebelum operasi maupun setelah tahap akhir penutupan tambang,” ujar Sonny.

Keterbatasan pemahaman terhadap aliran air, katanya lebih lanjut, membuat perusahaan tidak mengetahui bagaimana air bergerak sebelum operasi maupun pada tahap akhir penutupan tambang. Kondisi ini juga menyulitkan perusahaan memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi lubang-lubang bekas tambang, khususnya pada tambang terbuka batu bara.

https://events.minviro.com/decarbonisation-workshop-apac-2025?hs_preview=GJvcVbTU-272478457024

“Kita butuh hampir 50 tahun, mungkin 100 tahun untuk mengisi void. Itu masalah besar. Tidak ada perusahaan yang mau menunggu sampai 50 atau 100 tahun.” ujarnya.

Menurutnya, masalah itu muncul karena pemahaman karakteristik hidrologi di lokasi tambang masih minim. Selain hidrologi, aspek geokimia juga menjadi kendala. Karena, tidak banyak perusahaan yang melakukan studi petrologi batuan secara mendalam untuk mengetahui potensi pembentukan air asam tambang, ataupun apakah ada mineral clay, montmorillonite, kaolinite, dan illite yang berpotensi menyebabkan height total suspended solid sulit mengendap secara gravitasi.

https://www.tickettailor.com/events/invr/1589356

Ia juga menyoroti lemahnya upaya mitigasi karena banyak perusahaan belum memisahkan jalur aliran air, menggunakan material yang cukup, atau menutup area tertentu agar air tidak terbentuk di dalam tambang.

“Enkapsulasinya memastikan semua desain itu sudah tepat dirancang untuk mencegah pembentukan air dan tambang atau karakteristik air dan tambang lainnya,” sebutnya.

Selain tantangan teknis, masalah non-teknis juga menjadi kendala yang cukup signifikan. Kompleksitas regulasi di Indonesia kerap menjadi hambatan karena setiap institusi memiliki aturan tersendiri terkait aspek non-teknis. Selain itu, peran para stakeholder, baik pemerintah daerah maupun pusat, seringkali tidak jelas.

https://event.cnfeol.com/en/event/339

“Akibatnya, tanggung jawab banyak dibebankan kepada perusahaan, padahal pemerintah daerah punya peran penting untuk memastikan program penutupan tambang dapat tercapai,” ujarnya.

Peneliti dari ITB itu juga menekankan pentingnya visi jangka panjang. Ia menilai banyak dokumen perencanaan di perusahaan masih terlalu normatif dan belum mampu membayangkan kondisi masyarakat serta lingkungan setelah operasi tambang dihentikan.

“Kurangnya imajinasi ini menjadi kendala besar dalam perencanaan penutupan tambang,” ujarnya,

Ia mencontohkan, kawasan seperti Marau dan Sungai Danum yang penuh aktivitas tambang. Menurutnya, keberhasilan penutupan tambang tidak hanya bergantung pada kepatuhan teknis, tetapi juga pemahaman hidrologi, geokimia, mitigasi yang efektif, koordinasi dengan stakeholder, dan visi strategis jangka panjang. (Tubagus)