NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Harita Nickel mencatat tonggak penting dalam upaya hilirisasi mineral nasional dengan keberhasilan memproduksi kobalt elektrolitik sejak Agustus 2024. Pencapaian ini menandai langkah strategis perusahaan dalam memperkuat rantai pasok industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) global dan menegaskan peran Indonesia sebagai pemain utama dalam industri energi masa depan.
Produk kobalt elektrolitik ini dihasilkan melalui unit bisnis Harita Nickel, PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL), yang mengoperasikan fasilitas high pressure acid leaching (HPAL) pertama di Indonesia, berlokasi di Pulau Obi, Maluku Utara. Keberhasilan ini melengkapi portofolio produk turunan HPL yang sebelumnya telah menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP), nikel sulfat kristalin (NiSO₄·6H₂O), dan kobalt sulfat kristalin (CoSO₄·6H₂O).

Kobalt elektrolitik merupakan bentuk logam kobalt murni dengan kemurnian hingga 99,98%, diperoleh melalui proses elektrowinning atau pengendapan elektrokimia yang memisahkan kobalt dari larutan elektrolit kaya kobalt. Produk ini digunakan secara luas untuk baterai isi ulang lithium-ion, superalloy turbin pesawat, magnet industri, dan katalis kimia.
Secara fisik, produk kobalt elektrolitik Harita Nickel berbentuk lembaran logam berukuran 70 cm x 70 cm, tebal sekitar 5 mm dengan berat 35–40 kilogram per lembar. Setelah proses akhir, lembaran dipotong menjadi ukuran 4 cm x 4 cm dan dikemas dalam drum berkapasitas 250 kilogram untuk kebutuhan pasar industri global.
Head of Technical Support Department Harita Nickel, Rico Windy Albert, menjelaskan bahwa hilirisasi nikel dan kobalt menjadi produk bernilai tinggi merupakan bagian dari upaya mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia.
“Kami optimistis hilirisasi ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, dan menjadikan Indonesia sebagai produsen bahan baku baterai global,” ujar Rico sebagaimana dikutip laman Harita Nickel, Jumat (7/11/2025).
Selain PT HPL, Harita Nickel juga mengoperasikan PT Obi Nickel Cobalt (ONC), fasilitas HPAL kedua dengan tiga lini produksi yang telah beroperasi penuh sejak Agustus 2024. Kedua fasilitas tersebut memperkuat kontribusi Harita Nickel terhadap kemandirian industri baterai dalam negeri.

Direktur Utama Harita Nickel, Roy Arman Arfandy, menegaskan bahwa perusahaan tidak hanya fokus pada pencapaian produksi, tetapi juga berkomitmen terhadap praktik pertambangan berkelanjutan.
“Kami memahami bahwa prinsip ESG (environmental, social, and governance) bukan sekadar kepatuhan, melainkan faktor daya saing,” ujarnya.
Sebagai wujud komitmen itu, Harita Nickel mengikuti audit sukarela Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) dan menerapkan berbagai inovasi ramah lingkungan, seperti pembangunan kolam sedimentasi, pengelolaan sisa hasil pengolahan (SHP), serta pemanfaatan minyak jelantah dari kantin karyawan sebagai sumber energi tambahan.
“Kemampuan kami untuk bersaing bergantung pada adaptasi terhadap standar global yang terus berkembang, sambil menjaga efisiensi dan keunggulan biaya,” tambah Roy.
Dengan keberhasilan memproduksi kobalt elektrolitik dan mengoperasikan dua fasilitas HPAL di Pulau Obi, Harita Nickel memperkuat posisinya sebagai pionir hilirisasi nikel dan kobalt di Indonesia, sekaligus menjadikan negeri ini salah satu pemain penting dalam rantai pasok bahan baku baterai kendaraan listrik dunia. (Shiddiq)


























