NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk mempercepat hilirisasi nikel sebagai bagian penting dalam penguatan industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) nasional. Melalui peluncuran Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN), pemerintah menempatkan nikel sebagai salah satu komoditas unggulan yang menjadi tulang punggung industrialisasi berbasis sumber daya alam menuju kemandirian ekonomi dan Indonesia Emas 2045.
Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan, SBIN dirancang sebagai cetak biru pembangunan industri nasional di era pascapandemi dan pasca karbon. Strategi ini tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong transformasi teknologi dan keberlanjutan lingkungan.
“SBIN bukan sekadar kebijakan sektoral Kemenperin, tetapi strategi nasional untuk memastikan bahwa industri Indonesia tidak hanya bertahan, melainkan tumbuh dan berdaulat,” ujar Agus dalam pembukaan Rapat Kerja Kemenperin 2025 di Jakarta, Senin (27/10).
Menurut dia, penguatan hilirisasi nikel menjadi langkah strategis agar Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah. Melalui industrialisasi berbasis sumber daya alam, nikel akan diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi, seperti baterai kendaraan listrik (EV battery) dan komponen energi baru terbarukan (EBT) yang memiliki daya saing global.
“Kita ingin memastikan kekayaan alam Indonesia, termasuk nikel, tidak berhenti pada tahap bahan mentah. Nikel harus menjadi penggerak utama industri baterai dan kendaraan listrik nasional,” tegasnya.
SBIN, lanjutnya, juga mengarahkan pengembangan ekosistem industri nikel dan baterai yang terintegrasi dari sektor hulu hingga hilir. Pemerintah akan memperkuat rantai pasok antara tambang, smelter, pabrik prekursor-katode, hingga produksi sel baterai dan kendaraan listrik. Integrasi ini diharapkan mampu menciptakan nilai tambah berlipat bagi ekonomi nasional.
Selain memperkuat hilirisasi, Kemenperin menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan transfer pengetahuan dari investor global kepada pelaku industri nasional. Hal ini agar investasi yang masuk tidak hanya membawa modal, tetapi juga mendorong peningkatan kapasitas teknologi dan daya saing industri lokal.
“Penguasaan teknologi menjadi kunci bagi industri nikel dan baterai agar mampu mandiri dan tidak hanya menjadi perpanjangan produksi asing,” kata Menperin.
Dalam kerangka SBIN, Kemenperin akan memperluas pasar ekspor produk berbasis nikel dan baterai melalui diversifikasi ke negara-negara non-tradisional. Langkah ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global kendaraan listrik serta menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi EV di Asia Tenggara.
Ia menambahkan, pemerintah akan memberikan prioritas investasi pada sektor bernilai tambah tinggi, termasuk mineral strategis seperti nikel, kimia dasar, komponen elektronik, dan farmasi. Setiap investasi yang masuk harus mampu menciptakan efek berganda berupa peningkatan produktivitas, lapangan kerja berkualitas, dan kemandirian industri nasional.
Untuk mendukung hal tersebut, Kemenperin juga memperkuat kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) agar belanja pemerintah berpihak pada produk industri dalam negeri. Kebijakan ini akan disinergikan dengan reformasi regulasi industri yang lebih adaptif, efisien, dan berbasis data agar proses investasi di sektor nikel dan baterai dapat berjalan lebih cepat.
Melalui implementasi SBIN, Kemenperin menegaskan bahwa hilirisasi nikel bukan semata soal peningkatan ekspor, tetapi juga langkah strategis menuju kedaulatan industri energi masa depan. Industrialisasi nikel diharapkan mampu memperkuat fondasi ekonomi nasional dan mendorong terciptanya lapangan kerja berkelanjutan.
“Kita ingin industri nikel dan baterai menjadi simbol kemandirian bangsa. Industrialisasi sejati bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang kedaulatan dan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (Tubagus)
























