Beranda Nikel APNI: Fluktuasi Pasokan Dunia Pengaruhi Produksi Tambang dan Smelter Nikel di Indonesia

APNI: Fluktuasi Pasokan Dunia Pengaruhi Produksi Tambang dan Smelter Nikel di Indonesia

384
0
Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Industri nikel global diproyeksikan masih akan mengalami surplus hingga 2026. Kondisi surplus global tersebut pun ikut mempengaruhi rantai pasok dan produksi di Indonesia.

Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, Indonesia memiliki lebih dari 5.000 perusahaan pertambangan yang sebagian besar harus menyesuaikan volume produksinya agar tetap efisien dan berdaya saing.

“Fluktuasi produksi dan pasokan global ini berpengaruh signifikan, baik terhadap perusahaan tambang maupun smelter di Indonesia. Kondisi ini juga menjadi salah satu faktor meningkatnya impor bijih nikel dari Filipina,” katanya dalam acara “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Hilirisasi Industri Nikel di Indonesia”, melalui daring, Kamis (23/10/2025).

Sementara itu, berdasarkan data, impor bijih nikel Indonesia dari Filipina hingga September 2025 mencapai 8,8 juta ton, sedangkan pada 2024 tercatat 12 juta ton. Volume impor tersebut diperkirakan akan kembali meningkat hingga akhir tahun, mengikuti pola musim produksi di Filipina yang biasanya berlangsung antara September hingga November.

Meidy menjelaskan, peningkatan impor dari Filipina bukan semata karena kekurangan pasokan dalam negeri, melainkan untuk menyeimbangkan rasio silika dan magnesium dalam bahan baku smelter.

“Bijih nikel dari Indonesia memiliki kadar silika dan magnesium yang tinggi. Untuk menjaga kualitas hasil olahan, beberapa smelter melakukan blending dengan bijih nikel dari Filipina yang memiliki kadar lebih rendah, sekitar 1,2–1,3 persen,” jelasnya.

Langkah tersebut diperlukan agar proses peleburan di smelter tetap stabil dan efisien. Selain itu, kebijakan impor yang terukur juga menjadi bagian dari strategi menjaga produktivitas dan keberlanjutan industri nikel nasional di tengah kondisi pasar global yang kompetitif.

Selain itu, berdasarkan laporan kelompok riset International Nickel Study Group (INSG), kapasitas produksi nikel dunia terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara permintaan global tumbuh lebih lambat.

Pada 2023, total produksi nikel dunia tercatat sebesar 3,365 juta ton, meningkat menjadi 3,531 juta ton pada 2024, dan diperkirakan mencapai 3,810 juta ton pada 2025. Angka ini diproyeksikan kembali naik menjadi 4,085 juta ton pada 2026.

Lalu, dari sisi perkembangan pasar, nikel global mencatat surplus sekitar 176 kiloton pada 2023, 112 kiloton pada 2024, dan 209 kiloton pada 2025, dengan proyeksi 261 kiloton pada 2026. Surplus ini menunjukkan pasokan yang lebih tinggi dari kebutuhan pasar dunia, yang turut berdampak pada dinamika ekspor-impor antarnegara produsen, termasuk Indonesia. (Uyun)