
NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan regulasi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) per tahun akan berlaku pada 2026 yang akan diterbitkan pada minggu pertama September 2025. Dengan begitu, para pelaku usaha sektor pertambangan dapat mengajukan RKAB lebih awal dan mulai menjalankan kegiatan sesuai perencanaan sejak awal tahun.
“Kami harapkan pada minggu pertama September regulasinya sudah bisa dilakukan. Jadi, nanti akhir September pelaku usaha sudah bisa menyampaikan RKAB untuk tahun 2026,” ujar Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, kepada wartawan di Kantor Kesekretariatan Kementerian ESDM, Jumat (15/8/2025).

Yuliot menjelaskan, perubahan regulasi terkait RKAB terjadi secara periodik, baik tahunan maupun bulanan, sehingga perlu penyesuaian secara berkala. Ia berharap seluruh pelaku usaha dapat segera mengimplementasikan RKAB yang telah disetujui tanpa kendala berarti.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait kesiapan sistem, Wamen menyampaikan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan sistem yang terintegrasi untuk mendukung kelancaran proses pengajuan dan pelaporan RKAB.

“Kami sedang melihat sistem yang terintegrasi. Saya sudah lakukan peninjauan untuk kesiapan sistem, termasuk pengecekan data di Pusdatin, Cikini. Kami juga sudah berkomunikasi dengan tim dari lembaga INSW (Indonesia National Single Window, red) untuk menilai aliran data dan kewajiban pelaku usaha,” jelasnya.
Menurutnya, sistem digital yang terintegrasi akan mempermudah pelacakan kewajiban pelaku usaha, termasuk pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan jaminan reklamasi.

“Kalau dilakukan secara manual justru menyulitkan. Tapi kalau by system, akan terlacak dan teridentifikasi mana kewajiban yang belum dipenuhi,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan adanya penyesuaian tarif royalti batu bara untuk mendukung keberlangsungan operasional badan usaha di tengah penurunan harga global. Penyesuaian ini diatur dalam PP No. 18 Tahun 2025 dan dilanjutkan dengan PP No. 19 Tahun 2025.
“Kami menurunkan tarif royalti batu bara agar pelaku usaha bisa tetap beroperasi. Kompensasinya, kami tambahkan komoditas baru ke dalam PNBP yang sebelumnya belum masuk,” ujarnya.

Beberapa komoditas tambahan yang kini masuk dalam skema PNBP, di antaranya hasil samping dari industri smelter tembaga seperti emas, perak, platinum, tanah jarang, hingga mineral radioaktif.
“Dengan rincian yang lebih lengkap, potensi penerimaan negara bisa dimaksimalkan. Di satu sisi kami memberi relaksasi, di sisi lain kami perluas kewajiban pembayaran royalti,” tambahnya.

Dia mencatat, potensi peningkatan kontribusi PNBP dari sektor pertambangan melalui skema ini mencapai 19%–20% sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2025. (Shiddiq)