Beranda Berita International Strategi Industri Nikel Hadapi Tekanan Harga: Pemimpin Industri Ungkap Arah Masa Depan...

Strategi Industri Nikel Hadapi Tekanan Harga: Pemimpin Industri Ungkap Arah Masa Depan di Forum CEO

176
0
acara The 4th Nickel Producers, Processors, and Buyers Conference di Jakarta pada Kamis, (7/8/2025).
https://www.apni.or.id/pendaftaranTTM

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah pimpinan perusahaan nikel terbesar Indonesia menyoroti tantangan dan strategi industri dalam menghadapi harga nikel yang rendah, ketidakpastian global, serta pentingnya investasi berkelanjutan dalam diskusi panel bertajuk “Leading Through Challenges: Indonesian Industry Strategies for Resilience”, yang digelar dalam acara The 4th Nickel Producers, Processors, and Buyers Conference di Jakarta pada Jumat (8/8/2025).

Diskusi yang menghadirkan CEO dari perusahaan-perusahaan besar seperti Nickel Industries Limited, PT Vale Indonesia Tbk, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel), hingga pakar dan asosiasi industri ini, menyoroti tiga isu utama: daya saing global, strategi investasi, dan keberlanjutan sumber daya.

Menghadapi harga nikel yang tertekan, Managing Director Nickel Industries Limited, Justin Werner, menyampaikan bahwa perusahaan harus realistis dalam menyikapi volatilitas pasar.

“Realitasnya, nikel sekarang harus bersaing dengan baterai dan material lainnya. Ini soal efisiensi biaya. Meski harga turun, margin di produk seperti MHP masih besar,” ujarnya.

Werner juga menekankan bahwa pasar seperti Tiongkok dan India tetap menjadi kunci permintaan nikel, dan Indonesia masih memiliki posisi penting dalam rantai pasok global.

Isu keberlanjutan pasokan juga menjadi sorotan. Alexander Barus, pakar nikel nasional, mengingatkan bahwa persepsi akan melimpahnya cadangan nikel Indonesia adalah keliru.

https://event.cnfeol.com/en/event/333

“Kita hanya punya cadangan terbukti sekitar 2 miliar ton. Dengan tingkat penambangan saat ini, umur cadangan hanya tinggal sekitar 15 tahun,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Indonesia harus belajar dari kegagalan industri logging dan minyak di masa lalu.

“Jangan sampai generasi berikutnya hanya mewarisi masalah. Kelola sumber daya kita dengan bijak,” ujarnya.

Dalam konteks model bisnis, President Director PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel), Roy Arman Arfandy, menjelaskan langkah perusahaannya untuk mengedepankan praktik keberlanjutan melalui sertifikasi IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance).

“Kami paham bahwa ESG kini bukan hanya soal kepatuhan, tapi juga daya saing. Kami harap bisa capai IRMA 50 tahun ini,” katanya.

https://www.heliexpoasia.co.id/?utm_id=Hexia25-MNI&utm_source=media

Roy menyebut berbagai inisiatif yang dilakukan, seperti pembangunan kolam sedimentasi, pengelolaan limbah batubara, hingga penggunaan minyak jelantah sebagai sumber energi tambahan, sebagai bukti keseriusan perusahaan dalam aspek lingkungan.

President Director PT Vale Indonesia Tbk, Bernardus Irmanto, mengungkapkan strategi perusahaan dalam menghadapi tantangan pembiayaan dan pasar dengan pendekatan kemitraan.

“Kami memiliki tiga proyek HPAL di pipeline (untuk mengoptimalkan bisnis), tapi kami masuk ke proyek setelah HPAL selesai. Ini cara kami mitigasi risiko pasar dan teknis,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya diversifikasi produk dan pasar sebagai bagian dari strategi jangka panjang.

“Aset terbesar kami adalah bijih nikel. Kami gunakan itu sebagai leverage untuk membentuk kemitraan yang kuat dan mengurangi risiko geopolitik maupun pasar,” tambahnya.

Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), menegaskan bahwa setelah Indonesia sukses dengan larangan ekspor bahan mentah, fokus ke depan harus bergeser ke hilirisasi nilai tambah.

“Kita tidak bisa hanya berhenti di stainless steel. Kita harus dorong produk akhir, termasuk bahan baku baterai dan teknologi tinggi,” katanya.

Menurutnya, diskusi antara pemerintah dan pelaku industri harus difokuskan pada bagaimana menyelaraskan formula harga, standar ESG, dan insentif investasi agar Indonesia tidak hanya jadi penyuplai bahan mentah.

Diskusi panel ini menegaskan bahwa keberlanjutan industri nikel Indonesia bergantung pada kepemimpinan yang adaptif, strategi investasi yang cermat, serta sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan pasar modal. Di tengah tantangan global, Indonesia tetap memiliki peluang besar — jika dikelola dengan visi jangka panjang dan tanggung jawab kolektif. (Shiddiq/Lily)